Menurut pendapat saya :
Pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau diluar perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian
sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik
perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar asas kepribadian/personalia perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata,melanggar UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
maupun PBI dan SEBI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum
sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365
KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas
kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian
untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda
orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan
dilindungi hukum.
Catatan :
Nasabah menggunakan properti Kartu ATM BCA dan Mesin ATM BCA milik BCA bukan milik Bank Penerbit Kartu Kredit sehingga pembebanan biaya yang dilakukan oleh Bank Penerbit KK kepada nasabah KK saat menjalankan kewajiban hukumnya melaksanakan perjanjian melunasi pembayaran tagihan KK melalui Sistem Elektronik cq Mesin ATM BCA adalah melanggar kepatutan dan melanggar hak Nasabah Penyimpan BCA yang dijamin dan dilindungi hukum cq Perjanjian Simpan-menyimpan Uang dengan Kartu ATM BCA sebagai Alat Pembayaran (APMK).
Pada dasarnya setiap perjanjian hanya mengikat para pihak dalam perjanjian dan tidak dapat mengikat pihak ketiga serta tidak dapat merugikan pihak ketiga atau memberikan manfaat kepada pihak ketiga sesuai asas personalia perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata sehingga pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA yang dilakukan oleh Bank Penerbit Kartu Kredit karena adanya perjanjian kerjasama antara BCA dengan Bank Penerbit Kartu Kredit terkait penggunaan fasilitas bersama Mesin ATM BCA bagi Nasabah (Penyimpan/Kreditur) BCA yang juga menjadi Nasabah Kartu Kredit (Debitur) nyata-nyata melanggar Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata karena perjanjian diantara BCA dan Bank Penerbit KK hanya dapat mengikat mereka berdua dan tidak dapat mengikat nasabah kedua Bank tersebut selaku pihak ketiga meskipun Nasabah BCA (Nasabah Penyimpan) juga menjadi Nasabah Bank Penerbit KK (Nasabah Debitur) dan/atau sebaliknya.
Perjanjian Kerjasama itu juga melanggar UU Rahasia Bank sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 28 jo Pasal 40 UU Perbankan karena BCA wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya tanpa kecuali.
Perjanjian kerjasama itu juga melanggar UU ITE dan PBI jo SEBI tentang Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah karena BCA dan Bank Penerbit KK telah saling menukarkan dan menyebarluaskan Data Pribadi masing-masing Nasabah yang bersifat rahasia secara sepihak dan tanpa melalui persetujuan Nasabah selaku Pemilik Data Pribadi.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan yang terdaftar dalam roll perkara No : 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dan No : 434/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel dan rencananya satu gugatan lagi dengan menarik Citibank, PT BCA Tbk, PT MNC Sky Vision Tbk dan induk usahanya PT Global Mediacom Tbk dalam waktu dekat ini
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan No 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dalam Amar Putusannya pada tanggal 15 Desember 2011 telah mengabulkan gugatan Penggugat (Hagus) sebagian dan menyatakan Tergugat I (Citibank N.A) dan Tergugat II (Citi Country Officer Citibank N.A) telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada Penggugat terkait pungutan dan pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA saat melakukan pembayaran tagihan kartu kredit Citibank N.A via Mesin ATM BCA dengan Kartu ATM BCA milik BCA dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai Alat Pembayaran (APMK) serta menghukum Tergugat I - II untuk membayar ganti rugi materil kepada Penggugat.
BalasHapusTerhadap Putusan PN Jaksel tersebut, pihak Tergugat I - II kemudian mengajukan Banding pada tanggal 21 Desember 2011 (Tergugat I - II selanjutnya disebut sebagai Pembanding I - II dan Penggugat disebut sebagai Terbanding).
Majelis Hakim Banding PT DKI Jakarta No 165/Pdt/2013/PT DKI dalam Amar Putusannya pada tanggal 19 September 2013 ternyata telah menolak Permohonan Banding dari Pembanding I - II semula Tergugat I - II dan menguatkan Putusan PN Jaksel No 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel tertanggal 15 Desember 2011.
Terhadap Putusan PT DKI Jakarta No 165/Pdt/2013/PT.DKI tertanggal 19 September 2013 tersebut, pihak Pembanding I - II semula Tergugat I - II kemudian mengajukan Kasasi pada tanggal 21 Januari 2014 (Selanjutnya Pembanding I - II semula Tergugat I - II disebut sebagai Pemohon Kasasi I - II dan Terbanding semula Penggugat disebut sebagai Termohon Kasasi).
Hingga saat ini perkara tersebut masih dalam pemeriksaan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung RI.