Pada tanggal 8 Maret 2012, saya telah diperiksa sebagai "Saksi Pelapor" terkait Laporan Pengaduan saya kepada Mahkamah Agung terhadap Majelis Hakim PN Jakarta Selatan No 270/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel dan/atau No 34/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel mengenai dugaan pelanggaran Hukum Acara Persidangan, Hukum Pembuktian, Asas Imparsialitas, Asas Audi Alteram Partem, dan Kode Etik Profesi Hakim.
Saat itu saya di periksa oleh 2 (dua) orang Hakim Tinggi PT DKI Jakarta yaitu Hakim Tinggi Rocky Panjaitan SH dan Hakim Tinggi Asnahwati SH. Sedangkan Ketua Tim Pemeriksa Hakim Tinggi Sudaryati SH tidak hadir dalam pemeriksaan itu.
Dalam pemeriksaan itu, saya berupaya memperlihatkan bukti-bukti mengenai kebenaran fakta-fakta hukum terkait kebenaran laporan pengaduan saya, namun tanpa mengurangi rasa hormat, saya merasa cukup heran, karena sangat terkesan kedua Hakim Tinggi itu hanya memandang sebelah mata alat bukti yang saya perlihatkan bahkan sama sekali tidak diteliti maupun diperiksa dengan cermat atas dasar alasan bahwa kedua Hakim Tinggi itu nantinya juga akan memverifikasi laporan pengaduan saya dengan juga memeriksa Majelis Hakim sebagaimana tersebut diatas.
Berdasarkan informasi dari Majelis Hakim yang bersangkutan, rencananya beliau2 akan diperiksa pada hari Selasa, tanggal 13 Maret 2012.
Tujuan laporan saya adalah sebagai "perbaikan" untuk meningkatkan profesionalitas, harkat dan martabat Para Hakim dalam memimpin persidangan sesuai asas Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali kebenaran yang hidup dalam masyarakat (kepatutan/kebiasaan) atau asas kepatutan, profesionalitas dan imparsialitas.
Mudah-mudahan nantinya atau sekarang makin banyak Hakim tipe Sosiologis Kultural dan tipe Hakim Spiritual Religius sebagaimana dimaksud Opini Bpk Sudjito, Guru Besar dan Ketua Program Doktor Ilmu Hukum UGM dalam surat kabar Kompas, edisi Jum'at, 2 Maret 2012, dan makin jarang bahkan sudah seharusnya tidak ada lagi Hakim tipe "Pedagang" dan Hakim tipe ""Budak Majikan" dalam Peradilan di Indonesia.
Saya juga berharap agar "Hakim2 Pengadilan Negeri" dalam memutus selalu bertindak seolah2 sebagai Hakim Agung, sehingga Putusannya nantinya baik di Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung tetap sama saja yaitu kalau "dikabulkan" nantinya tetap dikabulkan hingga Kasasi, sebaliknya kalau "ditolak" nantinya pada saat Kasasi juga tetap ditolak, sehingga "Putusannya makin berbobot dan menimbulkan kepastian hukum" dan dengan sendirinya profesionalitas Hakim menjadi meningkat, jangan seperti sekarang, di PN dikabulkan, di PT ditolak, kemudian di MA dikabulkan atau di PN ditolak, di PT dikabulkan dan di MA dikabulkan.
Semoga, waktulah yang akan membuktikannya.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar