Kamis, 05 Juli 2012

HAGUS VS CITIBANK AMERIKA SERIKAT DAN CITIBANK INDONESIA

Legal Issues 

Bahwa Citibank adalah Bank yang melakukan kegiatan usaha sebagai penghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan ;

Bahwa yang dimaksud Simpanan antara lain adalah tabungan, deposita, giro dan lain-lain sebagaimana dimaksud UU Perbankan ;

Bahwa dengan demikian PAJAK cq Bea Meterai cq pajak negara cq pajak pusat cq pajak dokumen tidak termasuk dalam kategori Simpanan sebagaimana dimaksud UU Perbankan ;

Bahwa dalam permasalahan aquo, Tergugat I cq Citibank N.A Amerika Serikat, Tergugat II cq C.E.O Citibank N.A, Tergugat III cq Citibank N.A Kantor Cabang Indonesia, Tergugat IV cq C.C.O Citibank N.A Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama telah melakukan kegiatan usaha BARU berupa MENGHIMPUN DANA PAJAK MASYARAKAT cq Menghimpun, Memungut dan Menagih BEA METERAI kepada Penggugat dan/atau Nasabah lainnya ;

Bahwa Pasal 10 UU Perbankan nyata-nyata mengatur mengenai LARANGAN bagi Bank untuk melakukan USAHA DILUAR kegiatan usaha Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan ;

Bahwa MENGHIMPUN DANA PAJAK MASYARAKAT CQ BEA METERAI nyata-nyata BUKAN tugas dan fungsi utama Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, sehingga secara yuridis Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 10 UU Perbankan ;

Bahwa disamping itu, Peraturan Perundang-undang tentang Bank cq Peraturan BI dan Surat Edaran BI tentang Kartu Kredit juga mengatur mengatur mengenai LARANGAN bagi Bank untuk memberikan fasilitas yang berdampak tambahan biaya DILUAR fungsi utama Kartu Kredit (alat pembayaran) tanpa persetujuan tertulis dari nasabah ;

Bahwa pada kenyataannya, Para Tergugat ternyata telah menagih, mengenakan dan membebankan tambahan biaya PAJAK cq Bea Meterai kepada Penggugat dan nasabah lainnya dalam setiap dokumen lembar penagihan transaksi pemakaian kartu kredit setiap bulannya, bahkan sebelumnya Para Tergugat menagih dan mengenakan SETIAP BULAN, BUKAN SETIAP DOKUMEN sebagaimana seharusnya ;

Bahwa BEA METERAI adalah PAJAK, sehingga termasuk TAMBAHAN BIAYA dalam transaksi Kartu Kredit dan secara yuridis TIDAK TERMASUK ALAT PEMBAYARAN cq Kartu Kredit karena PAJAK BUKAN ALAT TRANSAKSI sebagaimana dimaksud UU Perbankan dan Peraturan BI tentang Kartu Kredit ;

Bahwa dengan demikian Penggugat selama ini juga telah melakukan PEMBAYARAN YANG TIDAK DIWAJIBKAN kepada Para Tergugat, sehingga wajib hukumnya bagi Para Tergugat untuk mengembalikan berikut penggantian biaya, rugi dan bunga sebagaimana dimaksud Pasal 1359 s/d 1362 KUHPerdata ;

Bahwa berdasarkan uraian singkat tersebut dapat juga disimpulkan bahwa Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama telah melanggar ketentuan Pasal 10 UU Perbankan disamping melanggar Peraturan Perundang-undangan tentang Bank yang juga melanggar ketentuan Pasal 49 UU Perbankan ;

Bahwa sebagai akibat dari kesalahan Para Tergugat telah menyebabkan kerugian bagi Penggugat baik materil maupun imateril sehingga Penggugat mengajukan gugatan aquo kepada Para Tergugat di PN Jakarta Selatan pada tanggal 2 Februari 2012 yang terdaftar dalam roll perkara perdata No 65/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel ;

PETITUM 


DALAM PROVISI

1.      Menerima dan mengabulkan tuntutan putusan provisional ;


DALAM POKOK PERKARA

1.      Menerima dan mengabulkan seluruh Gugatan dan Tuntutan Penggugat ;
2.      Menyatakan bahwa Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum kepada Penggugat ;

3.      Menyatakan bahwa Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama telah melanggar ketentuan Pasal 10 dan Pasal 49 Undang - Undang Nomor  7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 (“UU Perbankan”) ;

4.      Menyatakan bahwa pembayaran pajak tidak termasuk dalam perikatan perjanjian pinjam-meminjam uang dengan Kartu Kredit sebagai Alat Pembayaran (APMK) diantara Penggugat dengan Para Tergugat karena pembayaran pajak termasuk dalam Hukum Pajak cq Hukum Administrasi Negara cq Hukum Publik, sedangkan perikatan perjanjian termasuk dalam Hukum Perjanjian cq Hukum Privat/Perdata ;

5.      Menyatakan bahwa pencampur adukkan dan/atau penggabungan antara Hukum Privat/Perdata dengan Hukum Publik adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena system hukum Eropa Continental nyata-nyata telah menarik garis pemisah dan memisahkan secara tegas antara Hukum Privat/Perdata dengan Hukum Publik ;

6.      Menyatakan bahwa pembayaran pajak cq pajak Negara cq pajak pusat cq pajak dokumen cq Bea Meterai Lunas Rp 6.000,- yang telah diterima Para Tergugat dari Penggugat adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat ;

7.      Menyatakan bahwa Para Tergugat telah menerima pembayaran yang tidak diwajibkan dari Penggugat dengan itikad buruk dan pembayaran yang tidak diwajibkan yang telah diterimanya dari Penggugat adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat ;

8.      Menyatakan bahwa segala akibat hukum yang timbul berkenaan dengan pembayaran yang tidak diwajibkan yang telah diterima Para Tergugat dari Penggugat adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum ;

8.1.      Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membayar Ganti Kerugian Materiil kepada Penggugat sebesar Rp 15.170.160.320,- (lima belas miliar seratus tujuh puluh juta seratus enam puluh ribu tiga ratus dua puluh rupiah) terhitung 7 (tujuh) hari sejak Putusan dibacakan Majelis Hakim ; 

9.      Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membayar Ganti Kerugian Immateriil kepada Penggugat sebesar Rp 988.888.888.000,- (sembilan ratus delapan puluh delapan miliar delapan ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah) terhitung 7 (tujuh) hari sejak Putusan dibacakan Majelis Hakim ; 

10.  Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri maupun bersama-sama untuk menyampaikan Permintaan Maaf kepada Penggugat secara terbuka yang harus diumumkan dalam 7 (tujuh) surat kabar yaitu Bisnis Indonesia, Tempo, Kontan, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Suara Pembaharuan dan Kompas, pada halaman muka atau pertama, dengan ukuran ½ (setengah) halaman, maupun 3 (tiga) media on-line yaitu www.kompas.com, www.detik.com, www.yahoo.com, dan 3 (tiga) media televisi swasta yaitu Metro TV, TV One dan RCTI, selama 7 (tujuh) hari berturut-turut, terhitung 7 (tujuh) hari sejak Putusan dibacakan oleh Majelis Hakim ;

11.  Menyatakan sah dan berharganya Sita Jaminan (conservatoir beslaag) ;

12.  Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun diajukan perlawanan, banding ataupun kasasi ;

13.  Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) perhari apabila lalai dalam melaksanakan penyampaian permintaan maaf dalam putusan ini ;

14.  Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membayar seluruh biaya perkara ini ;

Namun demikian apabila yang terhormat Ketua PN Jakarta Selatan c.q Majelis Hakim Perdata PN Jakarta Selatan yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo berpendapat lain, mohon agar Penggugat diberikan Putusan yang benar-benar adil dan benar serta memenuhi rasa keadilan Penggugat  dan  juga mohon agar Majelis Hakim yang terhormat berkenan untuk memberikan Putusan yang benar-benar adil menurut hukum serta seadil-adilnya dan benar menurut hukum (ex aequo et bono) berdasarkan pada *AZAS KEPATUTAN*. Terima kasih.


HORMAT SAYA,
P E N G G U G A T 

  1.                               *HAGUS  SUANTO*

Selasa, 03 Juli 2012

HAGUS VS INDOVISION, RCTI DAN GLOBAL TV, PERKARA NO 388/PDT.G/2012/PN.JKT.SEL

Legal Issues

Bahwa Tergugat I cq Indovision, Tergugat II cq RCTI dan Tergugat III cq Global TV baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama telah melakukan kesalahan kepada Penggugat terkait penghentian  program acara siaran langsung (live) pertandingan sepak bola Piala Dunia Fifa World Cup 2010 dari tanggal 11 Juni 2010 s/d 11 Juli 2010 secara sepihak, sengaja, tidak sah, tanpa hak, tanpa dasar hukum dan melawan hukum ;

Bahwa selain menghentikan siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia, Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama juga telah mengganti siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia tersebut dengan program acara siaran lainnya (tunda) cq siaran musik spesial secara sepihak, sengaja, tidak sah, tanpa hak, tanpa dasar hukum dan melawan hukum pula ;

Bahwa alasan yang diajukan Para Tergugat adalah karena tidak memiliki Hak Siar dimana secara yuridis alasan itu selain bukan alasan hukum yang sah dan mengikat juga bukan urusan Penggugat karena dengan ditandatangani perikatan perjanjian sewa menyewa diantara Penggugat dengan Para Tergugat sejak tahun 2004, maka secara yuridis Para Tergugat memiliki kewajiban hukum untuk memberikan kenikmatan kepada Penggugat termasuk tidak terbatas pada siaran langsung pertandingan sepak bola tersebut melalui channel 80 Indovision cq RCTI dan channel 81 Indovision cq Global TV ;

Bahwa menurut Penggugat, Para Tergugat bukannya tidak memiliki Hak Siar, tetapi diduga dengan sengaja memang TIDAK MAU untuk membeli Hak Siar dengan cara merugikan pelanggannya yaitu menghentikan siaran langsung tersebut dan menggantinya dengan acara lainnya secara tidak sah dan melawan hukum ;

Bahwa sebagai akibat dari perbuatan Para Tergugat tersebut, Penggugat mengalami kerugian khususnya harus membeli kabel antena, antena UHF dan biaya teknisi pemasangan, disamping kerugian materil lainnya termasuk kerugian imateril, sehingga Penggugat mengajukan gugatan kepada Para Tergugat pada tanggal 3 Juli 2012 yang terdaftar dalam roll perkara perdata No 388/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel ;

P E T I T U M

Berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah diuraikan diatas, Penggugat mohon kepada Ketua PN Jakarta Selatan yang terhormat c.q Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili agar berkenan mengabulkan seluruh gugatan dan tuntutan Penggugat serta memutuskan perkara aquo dengan Amar Putusan berbunyi sebagai berikut :

1.      Menerima dan mengabulkan seluruh gugatan dan tuntutan Penggugat ;
2.      Menyatakan bahwa Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama telah melakukan Perbuatan Melanggar Hukum kepada Penggugat ;
3.      Menyatakan bahwa penghentian sepihak siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia Fifa World Cup 2010 oleh Tergugat I pada channel 80 Indovision cq RCTI dan channel 81 Indovision cq Global TV adalah tidak sah dan melawan hukum ;
4.      Menyatakan bahwa penggantian sepihak siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia Fifa World Cup 2010 dengan siaran lainnya cq acara music oleh Tergugat I pada channel 80 Indovision cq RCTI dan channel 81 Indovision cq Global TV adalah tidak sah dan melawan hukum ;
5.      Menyatakan bahwa penghentian sepihak siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia Fifa World Cup 2010 oleh Tergugat II pada stasiun televisi channel 80 Indovision cq RCTI adalah tidak sah dan melawan hukum ;
6.      Menyatakan bahwa penggantian sepihak siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia Fifa World Cup 2010 dengan siaran lainnya cq music oleh Tergugat II pada stasiun televisi channel 80 Indovision adalah tidak sah dan melawan hukum ;
7.      Menyatakan bahwa penghentian sepihak siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia Fifa World Cup 2010 oleh Tergugat III pada stasiun televisi channel 81 Indovision adalah tidak sah dan melawan hukum ;
8.      Menyatakan bahwa penggantian sepihak siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia Fifa World Cup 2010 dengan siaran lainnya cq music oleh Tergugat III pada stasiun televisi channel 81 Indovision adalah tidak sah dan melawan hukum ;
9.      Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk mengganti kerugian kepada Penggugat terkait pembelian kabel antenna, antenna UHF dan biaya ongkos pasang teknisi berjumlah sebesar Rp 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) ;
10.  Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk memberikan kompensasi ganti kerugian kepada Penggugat sebesar Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) sebagai akibat dari penghentian sepihak dan/atau penggantian sepihak siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Dunia Fifa World Cup 2010 dengan siaran lainnya cq music ;
11.  Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membayar ganti rugi materil kepada Penggugat berjumlah sebesar Rp 3.117.534.000,- (tiga miliar seratus tujuh belas juta lima ratus tiga puluh empat ribu rupiah) ;
12.  Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membayar ganti rugi imateril kepada Penggugat berjumlah sebesar Rp 988.888.888.000,- (sembilan ratus delapan puluh delapan miliar delapan ratus delapan puluh delapan juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah) ;
13.  Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka yang harus diumumkan dalam 7 (tujuh) surat kabar yaitu kompas, tempo, media indonesia, kontan, bisnis Indonesia, pikiran rakyat, sindo selama 7 (tujuh) hari berturut-turut pada halaman pertama dengan ukuran ½ (setengah) halaman ; dan 4 (empat) media televisi yaitu RCTI, Global TV, Metro TV dan Indovision selama 7 (tujuh) hari berturut-turut dengan durasi waktu 7 (tujuh) menit ; dan 3 (tiga) media on-line yaitu www.detik.com, www.yahoo.com dan www.mediaindonesia.com selama 7 (tujuh) hari berturut-turut dengan ukuran 15 (lima belas) kilobite (kb), sejak putusan dibacakan Majelis Hakim ;
14.  Menyatakan sah dan berharganya Sita Jaminan (conservatoir beslaag) ;
15.  Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun diajukan perlawanan, banding ataupun kasasi ;
16.  Menghukum Para Tergugat baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar  Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) perhari apabila lalai dalam melaksanakan penyampaian permintaan maaf dalam putusan ini ;
17.  Menghukum Para Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara ini ;

Namun demikian,  apabila Ketua PN Jakarta Selatan yang terhormat c.q Majelis Hakim Perdata PN Jakarta Selatan yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo berpendapat lain, Penggugat mohon agar diberi Putusan yang benar-benar adil dan benar serta memenuhi rasa keadilan Penggugat  dan  juga mohon agar Majelis Hakim yang terhormat berkenan untuk memberikan Putusan yang benar-benar adil menurut hukum serta seadil-adilnya dan benar menurut hukum (ex aequo et bono) berdasarkan pada *AZAS KEPATUTAN*. Terima kasih.

HORMAT SAYA,
P E N G G U G A T,




*HAGUS  SUANTO*

Rabu, 27 Juni 2012

HUKUM PERJANJIAN VS HUKUM PAJAK

Perikatan Kartu Kredit hanya dapat lahir karena PERJANJIAN, dan TIDAK dapat lahir karena UNDANG-UNDANG, sedangkan Perikatan Pajak hanya dapat lahir karena UNDANG-UNDANG dan TIDAK dapat lahir karena PERJANJIAN, sehingga pencampuradukan antara Perikatan yang bersumber dari Perjanjian dengan Perikatan yang bersumber dari Undang-undang tidak dibenarkan demi hukum, karena Nasabah KK tidak pernah merasa menandatangani perjanjian berdasarkan Undang-undang cq Perikatan Pajak cq membayar pajak, sebab hanya menandatangani perikatan yang bersumber dari Perjanjian cq Perjanjian Pinjam Meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai alat pembayaran (APMK).
Kedudukan para pihak dalam perikatan Perjanjian sama tinggi, bisa disimpangi dan tidak imperatif, akibat hukumnya dikehendaki, sedangkan kedudukan para pihak dalam perikatan Undang-undang tidak sama tinggi, karena salah satu pihaknya adalah Penguasa cq Pemerintah cq Fiskus, bersifat imperatif dan tidak dapat disimpangi serta akibat hukumnya diluar kehendak para pihak.
Seseorang tidak dapat dikatakan berjanji sesuatu hal apabila dikenakan suatu kewajiban oleh Undang-undang, karena hal itu diluar kehendaknya, sehingga perikatan Undang-undang tidak mengandung anasir janji.
Perikatan yang bersumber dari Perjanjian termasuk dalam Hukum Perjanjian dan bagian dari Hukum Privat, sedangkan Perikatan yang bersumnber dari Undang-undang cq Perikatan Pajak termasuk dalam Hukum Pajak cq Hukum Administrasi Negara dan bagian dari Hukum Publik.
Sistem hukum Eropa continental yang dianut Indonesia nyata-nyata telah memisahkan secara tegas antara Hukum Privat dengan Hukum Publik sehingga tidak dibenarkan adanya pencampuradukkan kedua bidang hukum tersebut.
Dengan demikian pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK cq Bea Meterai yang sudah lunas demi hukum dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit yang dilakukan Citibank adalah tidak sah, tidak berdasar, illegal dan melawan hukum, karena pembayaran pajak termasuk dalam Perikatan Pajak cq Hukum Pajak cq HAN cq Hukum Publik, sedangkan pembayaran Kartu Kredit termasuk dalam Perikatan Perjanjian cq Hukum Perjanjian cq Hukum Privat, dimana sistem hukum Eropa Continental nyata-nyata telah menarik garis pemisah secara tegas antara hukum privat dengan hukum publik sehingga pencampuradukan kedua hukum tersebut tidak dibenarkan demi hukum.
Kesimpulannya:
Citibank telah melakukan perbuatan melanggar hukum terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan pajak cq Bea Meterai yang sudah LUNAS demi hukum dalam perikatan perjanjian kartu kredit cq perjanjian pinjam meminjam uang dengan kartu kredit sebagai alat pembayaran (APMK).

HUKUM PAJAK VS HUKUM PERJANJIAN (KARTU KREDIT)


HUKUM PAJAK
Subyek Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.
Dalam perikatan Perjanjian yang menjadi Subyek Hukum adalah para pihak.
Dalam Hukum Pajak cq Perikatan Pajak yang menjadi subyek hukum adalah WAJIB PAJAK, BUKAN Subyek Pajak, karena wajib pajak telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif, sedangkan Subyek Pajak tidak memenuhi syarat tersebut.
Dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit diantara HAGUS (Penggugat) dengan Citibank (Tergugat), yang menjadi Subyek Hukum adalah Penggugat maupun Tergugat.
Dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit tersebut, kedudukan Citibank adalah Bank selaku Wajib Pajak Badan, sedangkan kedudukan Nasabah adalah Subyek Pajak Perorangan, sehingga yang wajib membayar pajak dalam Perjanjian Kartu Kredit tersebut adalah Citibank selaku Wajib Pajak Badan, karena yang menjadi Subyek Hukum dalam Hukum Pajak terkait perikatan Perjanjian Kartu Kredit adalah WAJIB PAJAK cq Citibank cq Tergugat, BUKAN Nasabah cq Hagus cq Penggugat.
Dengan demikian pelunasan pembayaran pajak cq pajak negara cq pajak pusat cq pajak dokumen cq Bea Meterai dalam Perjanjian Kartu Kredit adalah Citibank selaku Wajib Pajak Badan yang dibuktikan dengan adanya fakta hukum tentang pelunasan pembayaran pajak oleh Citibank kepada Negara dengan cara pelunasan menggunakan system komputerisasi sebagaimana dimaksud Surat Keputusan Dirjen Pajak No 122d Tahun 2000.
Dalam Hukum Pajak, membayar pajak adalah suatu KEWAJIBAN HUKUM, sehingga dengan adanya pelunasan pembayaran pajak oleh Citibank sendiri kepada Negara nyata-nyata telah membuktikan demi hukum bahwa pelunasan pembayaran pajak adalah KEWAJIBAN HUKUM Citibank sendiri demi hukum.
Kesimpulannya ;
·         Pelunasan pembayaran pajak cq Bea Meterai dalam Perjanjian Kartu Kredit adalah KEWAJIBAN HUKUM Citibank sendiri demi hukum, sehingga penagihan, pemungutan, pengenaan dan pembebanan biaya pajak cq Bea Meterai yang sudah LUNAS demi hukum kepada Nasabah adalah tidak sah, tidak berdasar dan melawan hukum yang termasuk Perbuatan Melanggar Hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata.
·         Citibank juga DIDUGA melakukan USAHA LAIN diluar kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan yang juga melanggar ketentuan Pasal 10, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 UU Perbankan yang termasuk diduga sebagai KEJAHATAN terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK yang sudah LUNAS demi hukum karena Citibank diduga telah melakukan USAHA LAIN diluar kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan yang juga melanggar ketentuan Pasal 10, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 UU Perbankan yang termasuk diduga sebagai KEJAHATAN, karena Citibank menjadi PENGHIMPUN DAN PEMUNGUT PAJAK MASYARAKAT, padahal tugas dan fungsi bank adalah MENGHIMPUN DANA MASYARAKAT, BUKAN MENGHIMPUN DANA PAJAK MASYARAKAT.
·         Citibank juga diduga melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan tentang Bank sebagaimana dimaksud Pasal 49 UU Perbankan terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK yang sudah LUNAS demi hukum karena biaya pajak tersebut merupakan tambahan biaya yang dikenakan Citibank secara sepihak diluar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari nasabah yang bertentangan dengan PBI 7/52/2005 jo PBI No 11/11/2009 dan SE BI No 7/60/DASP/2005 jo SE BI No 11/10/DASP/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

HUKUM PAJAK VS HUKUM PERJANJIAN


HUKUM PAJAK
Subyek Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.
Dalam perikatan Perjanjian yang menjadi Subyek Hukum adalah para pihak.
Dalam Hukum Pajak cq Perikatan Pajak yang menjadi subyek hukum adalah WAJIB PAJAK, BUKAN Subyek Pajak, karena wajib pajak telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif, sedangkan Subyek Pajak tidak memenuhi syarat tersebut.
Dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit diantara HAGUS (Penggugat) dengan Citibank (Tergugat), yang menjadi Subyek Hukum adalah Penggugat maupun Tergugat.
Dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit tersebut, kedudukan Citibank adalah Bank selaku Wajib Pajak Badan, sedangkan kedudukan Nasabah adalah Subyek Pajak Perorangan, sehingga yang wajib membayar pajak dalam Perjanjian Kartu Kredit tersebut adalah Citibank selaku Wajib Pajak Badan, karena yang menjadi Subyek Hukum dalam Hukum Pajak terkait perikatan Perjanjian Kartu Kredit adalah WAJIB PAJAK cq Citibank cq Tergugat, BUKAN Nasabah cq Hagus cq Penggugat.
Dengan demikian pelunasan pembayaran pajak cq pajak negara cq pajak pusat cq pajak dokumen cq Bea Meterai dalam Perjanjian Kartu Kredit adalah Citibank selaku Wajib Pajak Badan yang dibuktikan dengan adanya fakta hukum tentang pelunasan pembayaran pajak oleh Citibank kepada Negara dengan cara pelunasan menggunakan system komputerisasi sebagaimana dimaksud Surat Keputusan Dirjen Pajak No 122d Tahun 2000.
Dalam Hukum Pajak, membayar pajak adalah suatu KEWAJIBAN HUKUM, sehingga dengan adanya pelunasan pembayaran pajak oleh Citibank sendiri kepada Negara nyata-nyata telah membuktikan demi hukum bahwa pelunasan pembayaran pajak adalah KEWAJIBAN HUKUM Citibank sendiri demi hukum.
Kesimpulannya ;
·         Pelunasan pembayaran pajak cq Bea Meterai dalam Perjanjian Kartu Kredit adalah KEWAJIBAN HUKUM Citibank sendiri demi hukum, sehingga penagihan, pemungutan, pengenaan dan pembebanan biaya pajak cq Bea Meterai yang sudah LUNAS demi hukum kepada Nasabah adalah tidak sah, tidak berdasar dan melawan hukum yang termasuk Perbuatan Melanggar Hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata.
·         Citibank juga DIDUGA melakukan USAHA LAIN diluar kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan yang juga melanggar ketentuan Pasal 10, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 UU Perbankan yang termasuk diduga sebagai KEJAHATAN terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK yang sudah LUNAS demi hukum karena Citibank diduga telah melakukan USAHA LAIN diluar kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan yang juga melanggar ketentuan Pasal 10, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 UU Perbankan yang termasuk diduga sebagai KEJAHATAN, karena Citibank menjadi PENGHIMPUN DAN PEMUNGUT PAJAK MASYARAKAT, padahal tugas dan fungsi bank adalah MENGHIMPUN DANA MASYARAKAT, BUKAN MENGHIMPUN DANA PAJAK MASYARAKAT.
·         Citibank juga diduga melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan tentang Bank sebagaimana dimaksud Pasal 49 UU Perbankan terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK yang sudah LUNAS demi hukum karena biaya pajak tersebut merupakan tambahan biaya yang dikenakan Citibank secara sepihak diluar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari nasabah yang bertentangan dengan PBI 7/52/2005 jo PBI No 11/11/2009 dan SE BI No 7/60/DASP/2005 jo SE BI No 11/10/DASP/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Rabu, 09 Mei 2012

INILAH BUKTI DUGAAN PEMBOHONGAN (KEBOHONGAN) PUBLIK CITIBANK

Inilah Dasar Hukum Hagus Menggugat Citibank

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 22/12/2011 23:49 WIB
Jakarta Hagus Suanto memenangkan gugatan melawan Citibank di PN Jaksel. Atas putusan ini, pihak Citibank mengajukan banding. Lantas, apa sebenarnya alasan hukum Hagus Suanto?

Berikut alasan-alasan Hagus dalam emailnya yang diterima redaksi, Rabu (21/12) kemarin:

1. Peraturan BI No 7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu sebagaimana telah diubah dengan PBI No 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, antara lain nyata-nyata menegaskan dan mengatur sebagai berikut :

Pasal 22
Penerbit dilarang memberikan fasilitas yang mempunyai dampak tambahan biaya kepada Pemegang Kartu dan/atau memberikan fasilitas lain diluar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan dari Pemegang Kartu

Pasal 18
Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan fasilitas yang mempunyai dampak tambahan biaya kepada Pemegang Kartu dan/atau memberikan fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu

2. Surat Edaran BI No 7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran BI No 11/10/DASP/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, antara lain nyata-nyata menegaskan dan mengatur sebagai berikut :

Angka Romawi I, angka 5 SE BI No 7/60/DASP/2005
Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh Pemegang Kartu dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Termasuk persetujuan tertulis dalam hal ini adalah persetujuan tertulis yang disampaikan melalui faksimili dan email, serta kesepakatan lisan yang dituangkan dalam catatan resmi pejabat Penerbit yang bersangkutan

Angka Romawi I, huruf A, angka 6 SE BI No 11/10/DASP/2009
Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh Pemegang Kartu dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Termasuk persetujuan tertulis dalam hal ini adalah persetujuan tertulis yang disampaikan melalui faksimili dan email, serta kesepakatan lisan yang dituangkan dalam catatan resmi pejabat Penerbit yang bersangkutan.

Seperti diketahui, majelis hakim Aksir selaku ketua dan Syaefoni dan M. Razak selaku hakim anggota menilai beban biaya tambahan tersebut melanggar hukum. Sebab, beban biaya ini sudah menjadi kewajiban pihak yang mengeluarkan kartu kredit

"Mengabulkan permohonan penggugat untuk sebagian. Menyatakan perjanjian antara Bank BCA dan Citibank yang membebankan biaya tambahan ke nasabah merupakan perbuatan melawan hukum. Oleh karenanya tidak berlaku mengikat dan tidak sah," demikian putusan yang dibuat oleh ketua majelis hakim Aksir.

Sementara itu menanggapi putusan ini, kuasa hukum Citibank dalam kasus tersebut, Gingseng Manulung, langsung menyatakan banding. Adapun pihak Bank BCA, selama persidangan tidak pernah hadir.

(asp/mok)

http://news.detik.com/read/2011/12/22/234905/1798082/10/inilah-dasar-hukum-hagus-menggugat-citibank

Selasa, 08 Mei 2012

CITIBANK DIDUGA MELAKUKAN PEMBOHONGAN PUBLIK TERKAIT PERNYATAAN DALAM BERITA "BELUM INKRACHT CITIBANK TETAP CHARGE BAYAR KARTU KREDIT VIA ATM LAIN" KARENA TIDAK ADA SATUPUN ATURAN YANG MENGATURNYA

Hak Jawab/Koreksi Hagus Suanto Tidak Ditanggapi Citibank

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 08/05/2012 21:03 WIB 

Jakarta Setelah 2 bulan Hagus Suanto membuat hak jawab/koreksi, pihak Citibank tidak memberikan tanggapan. Berita pertama yang dimaksud yaitu 'Belum Incraacht, Citibank Tetap Charge Bayar Kartu Kredit via ATM Lain' yang dimuat detikcom pada 16 Desember 2011.

Lalu Hagus Suanto membuat Hak Jawab dan/atau Hak Koreksi yang dimuat detikcom pada tanggal 27 Februari 2012. Sehingga secara hukum yang dianggap benar adalah Hak Jawab dan/atau Hak Koreksi yang disampaikan Hagus Suanto.

Berita ini juga sebagai koreksi sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 13 UU No 40/1999 tentang Pers.

(asp/vta)

http://news.detik.com/read/2012/05/08/210321/1912496/10/hak-jawab-koreksi-hagus-suanto-tidak-ditanggapi-citibank 

Jumat, 16 Maret 2012

PUJIAN MAJELIS HAKIM PN JAKARTA SELATAN

Dalam persidangan tanggal 15 Maret 2012 dengan agenda "pembuktian" dari Penggugat, Majelis Hakim yang pernah saya laporkan kepada Mahkamah Agung dan telah diperiksa di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tanggal 13 Maret 2012, malah "memuji" saya, bahwa saya pantas jadi DOSEN HUKUM, waduuh suatu pujian yang merupakan suatu "kehormatan" bagi saya. Sebelumnya beberapa Hakim juga pernah memuji saya bahkan menganggap saya sudah bergelar "S - 3" Hukum, bahkan ada yang memuji saya bakal jadi "PROFESSOR", waaah makin membuat saya "takut" terhadap pujian2 tersebut, sebab bisa membuat saya menjadi "besar kepala", tetapi mudah2an TIDAK, pertanyaannya adalah "BENARKAH DAN MAMPUKAH SAYA ?", waktulah yang akan membuktikannya. Semoga "kepandaian dan keberanian" saya nantinya berguna paling tidak membawa "perubahan dan perbaikan" pada PENEGAKKAN HUKUM di Negara ini.
Semoga.Amin.
Salam.

Senin, 12 Maret 2012

PEMERIKSAAN DI PENGADILAN TINGGI DKI JAKARTA

Pada tanggal 8 Maret 2012, saya telah diperiksa sebagai "Saksi Pelapor" terkait Laporan Pengaduan saya kepada Mahkamah Agung terhadap Majelis Hakim PN Jakarta Selatan No 270/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel dan/atau No 34/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel mengenai dugaan pelanggaran Hukum Acara Persidangan, Hukum Pembuktian, Asas Imparsialitas, Asas Audi Alteram Partem, dan Kode Etik Profesi Hakim.
Saat itu saya di periksa oleh 2 (dua) orang Hakim Tinggi PT DKI Jakarta yaitu Hakim Tinggi Rocky Panjaitan SH dan Hakim Tinggi Asnahwati SH. Sedangkan Ketua Tim Pemeriksa Hakim Tinggi Sudaryati SH tidak hadir dalam pemeriksaan itu.
Dalam pemeriksaan itu, saya berupaya memperlihatkan bukti-bukti mengenai kebenaran fakta-fakta hukum terkait kebenaran laporan pengaduan saya, namun tanpa mengurangi rasa hormat, saya merasa cukup heran, karena sangat terkesan kedua Hakim Tinggi itu hanya memandang sebelah mata alat bukti yang saya perlihatkan bahkan sama sekali tidak diteliti maupun diperiksa dengan cermat atas dasar alasan bahwa kedua Hakim Tinggi itu nantinya juga akan memverifikasi laporan pengaduan saya dengan juga memeriksa Majelis Hakim sebagaimana tersebut diatas.
Berdasarkan informasi dari Majelis Hakim yang bersangkutan, rencananya beliau2 akan diperiksa pada hari Selasa, tanggal 13 Maret 2012.
Tujuan laporan saya adalah sebagai "perbaikan" untuk meningkatkan profesionalitas, harkat dan martabat Para Hakim dalam memimpin persidangan sesuai asas Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali kebenaran yang hidup dalam masyarakat (kepatutan/kebiasaan) atau asas kepatutan, profesionalitas dan imparsialitas.
Mudah-mudahan nantinya atau sekarang makin banyak Hakim tipe Sosiologis Kultural dan tipe Hakim Spiritual Religius sebagaimana dimaksud Opini Bpk Sudjito, Guru Besar dan Ketua Program Doktor Ilmu Hukum UGM dalam surat kabar Kompas, edisi Jum'at, 2 Maret 2012, dan makin jarang bahkan sudah seharusnya tidak ada lagi Hakim tipe "Pedagang" dan Hakim tipe ""Budak Majikan" dalam Peradilan di Indonesia.
Saya juga berharap agar "Hakim2 Pengadilan Negeri" dalam memutus selalu bertindak seolah2 sebagai Hakim Agung, sehingga Putusannya nantinya baik di Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung tetap sama saja yaitu kalau "dikabulkan" nantinya tetap dikabulkan hingga Kasasi, sebaliknya kalau "ditolak" nantinya pada saat Kasasi juga tetap ditolak, sehingga "Putusannya makin berbobot dan menimbulkan kepastian hukum" dan dengan sendirinya profesionalitas Hakim menjadi meningkat, jangan seperti sekarang, di PN dikabulkan, di PT ditolak, kemudian di MA dikabulkan atau di PN ditolak, di PT dikabulkan dan di MA dikabulkan.
Semoga, waktulah yang akan membuktikannya.
Salam.

Kamis, 01 Maret 2012

KIRIMAN SMS DARI WARTAWAN DETIKCOM SDR ANDI SAPUTRA

Dihari Rabu malam tanggal 29 Februari 2012 pada saat saya sedang asyik2nya menikmati makan malam bersama keluarga di salah satu restauran ternama di Jakarta, tiba-tiba tanpa disangka-sangka saya mendapatkan kiriman beberapa short message service (SMS) dari Sdr Andi Saputra, wartawan detikcom.
Sdr Andi Saputra mempertanyakan beberapa hal kepada saya yang tidak ada relevansinya dengan pemberitaan atau kedudukannya sebagai seorang jurnalis, karena pertanyaan itu sangat-sangat diluar konteks tugas utama seorang jurnalis. Saya sendiri tidak tahu apa maksud dari pertanyaan tersebut. Berhubung menyinggung-nyinggung soal hukum, keadilan, kebenaran dan agama (Al Qur'an), saya kemudian menghubunginya dengan mengatakan kalau ingin bertemu, silahkan saya tunggu di PN Jakarta Selatan, tetapi ternyata hari Kamis 1 Maret 2012 hingga jam 17 : 00 WIB, Sdr Andi Saputra tidak menampakkan diri maupun menghubungi saya baik melalui SMS maupun telpon langsung.
Kebetulan di PN Jakarta Selatan saya bertemu dengan salah seorang wartawan media majalah yang sudah mengadakan janji temu dengan saya pada satu hari sebelumnya, sehingga saya memperlihatkan sebagian SMS dari Sdr Andi Saputra, dimana wartawan itu menyatakan bahwa "pertanyaan" Sdr Andi Saputra sudah sangat-sangat jauh dan sangat-sangat tidak relevan serta sudah menyimpang jauh dari konteks pemberitaan (jurnalistik).
Saya merasa aneh, mengapa Sdr Andi menanyakan hal-hal seperti itu yaitu mengenai "fakta, hukum, keadilan, kebenaran dan agama" kepada saya, padahal saya bukan dan belum jadi "ahli hukum", bukan pula "ahli keadilan dan kebenaran" apalagi "ahli agama", sehingga membuat saya bingung dan bertanya-tanya beribu tanda tanya.
Saya hanyalah seorang masyarakat "biasa" yang kebetulan memiliki "kesadaran" terhadap "hak dan kewajiban hukum" saya, sehingga sebenarnya saya tidak berkompeten untuk menjawab semua pertanyaan itu, meskipun saya sedikit banyak bisa memberikan "penjelasan" sesuai versi dan kemampuan saya yang masih "ijo" ini.
Saya koq merasa aneh, kalau seorang wartawan sekelas Andi Saputra mempertanyakan hal-hal itu kepada saya, padahal seharusnya pertanyaan itu ditujukan kepada "ahli hukum" dan "ahli agama", bukan kepada saya, sehingga saya menganggap tadinya pertanyaan itu adalah "salah alamat", namun ternyata pertanyaan2 itu benar-benar masuk pada handphone saya, sehingga tidak salah alamat, apalagi pada saat saya menghubungi langsung, Sdr Andi Saputra juga menanggapi dan mengajak "berdiskusi", jadi tidak salah alamat.
Pertanyaan saya adalah "apakah tujuan berdiskusi" ? Apakah yang dicari Sdr Andi Saputra dengan pertanyaan2 itu ? Apakah seorang Andi Saputra sedang mencari penjelasan dan pengertian tentang "fakta, hukum, keadilan, kebenaran dan agama" ? Kalaupun benar, mengapa hal itu ditanyakan kepada saya ? Apakah pertanyaan dan pencarian penjelasan itu termasuk tugas jurnalistik ? Semuanya saya tidak tahu dan menjadi tidak jelas. Mungkin yang bersangkutan dapat menjawab dan menjelaskannya baik kepada saya, diri sendiri dan masyarakat, karena hal ini sudah saya publikasikan melalui blog ini yang sudah menjadi milik publik. Adapun isi SMS dari Sdr Andi Saputra adalah sebagai berikut :


SMS – SMS
DARI SDR ANDI SAPUTRA, WARTAWAN DETIKCOM VIA NOMOR HP 08121577274

1.      TANGGAL 29 FEB 2012 JAM 08 : 16 PM ;
“Teorinya siapa yang bilang “yg berhak menyatkn salah adlh putusan pengadilan” ?

2.      TANGGAL 29 FEB 2012 JAM 08 : 17 PM ;
“Apakah fakta hukum itu kebenaran ?

3.      TANGGAL 29 FEB 2012 JAM 08 : 21 PM ;
“Apakah benar dan salah itu berarti kebenaran ? Jika hanya hukum yang berhak berbicara benar/salah, apakah Al Qur’an, yang tidak pernah dibuktikan di pengadilan, berarti Al Qur’an salah ?

4.      TANGGAL 29 FEB 2012 JAM 08 : 22 PM ;
“Apq itu fakta” ? “Apa itu fakta” ?

5.      TANGGAL 29 FEB 2012 JAM 08 : 23 PM ;
“Jadi, apa itu kebenaran ? Apa itu keadilan ? Mohon dijelaskan.


Saksi :
(diperlihatkan di PN Jakarta Selatan pada salah seorang wartawan media majalah yang hendak mewawancarai saya pada hari Kamis, 1 Maret 2012, sekitar jam 16 : 00 WIB, di salah satu ruang sidang (ruang sidang No 2) ) ;

Silahkan apabila ada masyarakat yang ingin menanggapinya, mungkin berguna bagi Sdr Andi Saputra sendiri dan masyarakat lainnya.

KONFIRMASI INFORMASI WARTAWAN DETIKCOM TENTANG KEDATANGAN PEJABAT PETINGGI CITIBANK KE REDAKSI DETIKCOM


Karawang, 24 Desember 2011.

Kepada Yth :
Pemimpin Redaksi
Media on-line www.detik.com
Gedung Aldevco Octagon
Jl Warung Buncit Raya No 75
Jakarta – Selatan.


MOHON KONFIRMASI DAN PENJELASAN


Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
HAGUS SUANTO, beralamat di Jl Tuparev No 371, Karawang 41314, bertindak untuk dan atas nama DIRI SENDIRI DAN/ATAU MASYARAKAT PEMBACA INDIVIDU DAN/ATAU PRINSIPAL PENGGUGAT dalam perkara perdata No 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel melawan Citibank N.A dkk, mengenai Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, dengan ini mengajukan permohonan konfirmasi dan penjelasan terkait “kebenaran kunjungan Petinggi atau Dirut atau Citi Country Officer (C.C.O) Citibank N.A ke kantor www.detik.com, pada tanggal 22 Desember 2011”. Adapun pengajuan permohonan konfirmasi dan penjelasan ini didasarkan pada alasan, argument dan fakta-fakta hukum sebagai berikut :

1.      Bahwa pada hari Selasa, tanggal 20 Desember 2011, Jam 01 : 57, saya mendapatkan Short Message Service (SMS) dari Sdr Andi Saputra melalui Nomor Handphone : 08121577274, milik Bpk Andi Saputra, yang berisikan informasi sebagai berikut :

“Hari Kamis, dirut Citibank ke kantor detikcom”.

2.      Bahwa informasi yang saya terima tersebut kemudian saya olah dan saya konsultasikan dengan beberapa pihak termasuk diantaranya dengan Bpk David Tobing SH Mkn dan beberapa jurnalis lainnya ;

3.      Bahwa diantara para pihak tersebut ada yang memberikan komentar dan bisikan-bisikan berbagai macam, sehingga membuat perasaan saya kurang nyaman, karena secara logika hukum saya juga menganalisa bahwa rencana kedatangan dirut Citibank ke kantor detikcom itu diduga dipastikan berkaitan dengan pemberitaan yang dilakukan oleh detikcom melalui jurnalisnya Bpk Andi Saputra, karena kunjungan itu sangat dekat waktunya dengan munculnya “pemberitaan” yang cukup “menghebohkan” masyarakat terkait ‘kemenangan” gugatan saya terhadap Citibank di PN Jakarta Selatan ;

4.      Bahwa diantara pihak-pihak yang memberikan analisanya tersebut ada juga beberapa diantaranya yang kurang lebihnya pada intinya mengatakan bahwa “pemberitaan saya oleh detikcom” dapat dijadikan sebagai ajang “bargaining” untuk kepentingan bisnis antara Citibank dan detikcom khususnya menyangkut “pemasangan iklan” dan sebagainya yang diduga dengan kompensasi syarat tertentu yang diduga terkait “pemberitaan” ;

5.      Bahwa pada saat saya mengunjungi kantor detikcom untuk bertemu dengan Pemimpin Redaksi guna mengklarifikasi “pemberitaan dan mempertanyakan pemuatan Hak Jawab dan/atau Hak Koreksi saya”, yang kemudian saya diterima oleh wakil redaktur (kalau tidak salah) didampingi oleh Bpk Andi Saputra sendiri dan belakangan juga oleh Bpk Indra (kalau tidak salah Indra Subagja/redaktur pelaksana), saya sempat menyinggung sedikit mengenai kebenaran kunjungan dirut Citibank tersebut, yang kemudian dijawab oleh Bpk Andi Saputra bahwa “rencana kunjungan tersebut sudah terjadwalkan 2 minggu sebelumnya” yang juga diamini oleh rekan jurnalis lainnya ;

6.      Bahwa pernyataan Bpk Andi Saputra itu sempat membuat saya “bingung” sesaat, kalau sudah terjadwalkan kurang lebih 2 minggu sebelum munculnya pemberitaan mengenai diri saya, lantas mengapa dan apa maksud dari Bpk Andi Saputra mengirimkan SMS kepada saya yang berisikan informasi mengenai rencana kunjungan dirut Citibank ke kantor detikcom ? ;

7.      Bahwa apabila benar dugaan beberapa pihak yang kurang lebihnya menyatakan adanya dugaan “bargaining” pemberitaan dengan kepentingan bisnis pemasangan iklan, maka hal itu tentunya sangat disayangkan sekali, karena dilihat dari sisi kepatutan maka hal itu termasuk diduga ‘kurang patut”, namun kalau hal itu tidak benar, lantas apa tujuannya dirut Citibank itu datang ke kantor detikcom, bukankah detikcom adalah pers yang tugasnya memberikan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan umum dan bukan kantor “bisnis” ;

8.      Bahwa apabila menyangkut dan terkait dengan pemberitaan maka dirut Citibank sudah seharusnya dapat menggunakan saluran yang diberikan UU Pers yaitu dengan melakukan Hak Jawab atau  Hak Koreksi atau Hak Jawab dan/atau Hak Koreksi sekaligus, bukannya malah melakukan kunjungan yang tentunya akan menimbulkan “tanda tanya” berbagai pihak termasuk diri saya ;

9.      Bahwa saya memang mengerti benar, posisi detikcom yang dilematis antara “memberitahukan atau tidak memberitahukan” mengenai rencana kunjungan dirut Citibank ke kantor detikcom, karena kalau memberitahukan pasti dipertanyakan, apalagi kalau tidak memberitahukan dan dikemudian hari “ketahuan” maka tentunya akan menimbulkan “protes dan pertanyaan” yang macam-macam ;

10.  Bahwa guna menghindari analisa dan berbagai pertanyaan yang tidak jelas, maka dengan didasari itikad baik, saya mengirimkan surat ini guna meminta konfirmasi dan penjelasan langsung, mengenai kebenaran tersebut dan beberapa hal sebagai berikut :

a.       Apakah benar kalau dirut Citibank sudah terjadwal akan mengunjungi kantor detikcom sejak 2 (dua) minggu sebelum munculnya pemberitaan mengenai “kemenangan” saya terhadap Citibank ? ;

b.      Bila benar demikian, bisakah detikcom melampirkan bukti mengenai jadwal sebagaimana dimaksud  ? ;

c.       Bila memang benar kunjungan itu sudah terjadwal lama, lantas apakah maksud dari Bpk Andi Saputra memberitahukan kepada saya melalui SMS perihal rencana kunjungan dirut Citibank ke kantor detikcom pada hari Kamis, 22 Desember 2011 ? ;

d.      Apakah tujuan dan motivasi dari kunjungan dirut Citibank ? Apakah terkait pemberitaan ? Ataukah terkait kepentingan “bisnis” lainnya ? Ataukah terkait kepentingan “bisnis dan pemberitaan” ? ;

e.       Bisakah detikcom memberikan suatu bukti atau alasan yang masuk akal dan masuk logika hukum terkait rencana kunjungan petinggi atau dirut Citibank bahwa kalau benar rencana kunjungan itu terealisasi, apakah hanya sebatas “kunjungan” biasa dan rutin antara pengusaha dengan pers, ataukah membicarakan “agenda” tertentu terkait pemberitaan saya yang gencar diberitakan oleh detikcom khususnya tentang “kemenangan” saya terhadap Citibank yang diduga telah “mencoreng atau minimal membuat malu” Citibank dan petingginya ? ;

11.  Bahwa sebagai masukan saja, menurut UU Pers dan Peraturan Dewan Pers, maka pers adalah independen termasuk wartawan juga adalah independen, sehingga kalau benar rencana kunjungan dirut atau petinggi Citibank untuk diduga “ikut campur atau intervensi atau apapun istilahnya” sepanjang berkaitan dengan “pemberitaan”, maka hal itu tentunya sangat disayangkan, apalagi untuk media on-line sekelas dan sebesar detikcom (mudah-mudahan salah dugaan saya) ;




12.  Bahwa demikianlah konfirmasi dan permohonan penjelasan ini disampaikan. Atas tanggapan positifnya, saya mengucapkan terima kasih.



Hormat saya,



HAGUS SUANTO,
Jl Tuparev No 371
Telp/Faxc : 0267401288
HP : 08161468288
Karawang – 41314.




Tembusan :

1.      Yth Dewan Pers (sebagai laporan pengaduan) ;