DR Adnan Buyung Nasution SH, Lawfirm Adnan Buyung, Eri Hertiawan SH LLM dan Sadly Hasibuan SH mengajukan Banding terhadap Putusan PN Jaksel No 277/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel yang mengalahkan Para Tergugat dan menyatakan bahwa Para Tergugat ((Law Firm Adnan Buyung (Tergugat I), Eri Hertiawan SH LLM (Tergugat II), Sadly Hasibuan SH (Tergugat III) dan DR Adnan Buyung Nasution SH (Tergugat IV)) telah melakukan perbuatan melawan hukum kepada Penggugat dan dihukum untuk membayar ganti rugi materil dan ganti rugi imateril.
Meskipun mengajukan Banding adalah hak Para Tergugat yang KALAH dan DIKALAHKAN tetapi pengajuan itu juga setidaknya membuktikan bahwa DR Adnan Buyung, Eri Hertiawan SH LLM dan Sadly Hasibuan SH kurang paham dan kurang mengerti tentang hukum perjanjian khususnya terkait pemutusan dan penghentian sepihak perjanjian jual-beli jasa hukum dan perjanjian pemberian kuasa.
Bahwa perjanjian jual-beli jasa hukum dan perjanjian pemberian kuasa yang ditanda tangani bersama oleh Penggugat dan Para Tergugat adalah sah karena dibuat sesuai syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata sehingga berlaku mengikat sebagai undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik serta tidak dapat ditarik kembali atau diputus secara sepihak selain atas dasar kesepakatan bersama sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata.
Bahwa dalam perkara aquo Para Tergugat nyata-nyata telah memutus dan menghentikan sepihak perjanjian jual-beli jasa hukum dan perjanjian pemberian kuasa tanpa melalui kesepakatan bersama Penggugat selaku Klien dan/atau Pembeli Jasa Hukum dan/atau Pemberi Kuasa sehingga pemutusan dan/atau penghentian sepihak perjanjian jual-beli jasa hukum dan/atau perjanjian pemberian kuasa tersebut nyata-nyata dilakukan dengan cara melanggar undang-undang sebagaimana dimaksud Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUHPerdata.
Bahwa pemutusan perjanjian jual-beli jasa hukum dan/atau perjanjian pemberian kuasa bukan termasuk pelanggaran Kode Etik Advokat karena pemutusan dan penghentian perjanjian itu nyata-nyata melanggar perikatan yang lahir dari perjanjian bukan melanggar Kode Etik cq Kode Etik Advokat.
Pelanggaran Perjanjian bukan termasuk dalam kategori Pelanggaran Kode Etik Advokat, tetapi jika seseorang dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum secara yuridis juga melanggar Kode Etik Profesi yang bersangkutan tetapi sebaliknya bagi yang melanggar Kode Etik Profesi belum tentu melanggar hukum.
Jika paham dan mengerti tentang hukum perjanjian tentunya Para Tergugat jika ingin menghentikan dan/atau memutus perjanjian yang sah dan mengikat sebagai undang-undang seharusnya berdasarkan kesepakatan bersama para pihak dan tidak dapat dilakukan secara sepihak kecuali terdapat pengabaian ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata.
Kamis, 06 November 2014
Rabu, 15 Oktober 2014
ASTRA DAN AUTO 2000 BERSEDIA MENGEMBALIKAN DAN MENGGANTI PELEK STEEL WHEEL R 14 TOYOTA AVANZA 1.3 G M/T DENGAN PELEK ALLOY WHEEL R 14 DLM MEDIASI DI PN JAKPUS
Pada proses mediasi di PN Jakarta Pusat tanggal 30 September 2014 dalam perkara No 183/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst antara Penggugat melawan Para Tergugat yaitu PT Astra International, Auto 2000, PT Toyota Astra Motor, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, PT Astra Daihatsu Motor dan Toyota Motor Corporation Jepang, pihak Tergugat PT Astra International dan Auto 2000 melalui Kuasanya dari internal corporate legal menawarkan kepada Penggugat pengembalian dan penggantian sebuah pelek racing alloy wheel R 14 sebagai pengganti pelek steel wheel R 14 pada ban serep Toyota New Avanza 1.3 G M/T, namun penawaran pengembalian dan penggantian pelek racing alloy wheel tersebut ditolak mentah-mentah oleh Penggugat karena dalam salah satu alternatif proposal penawaran perdamaiannya adalah pihak main dealer/delaer mobil Toyota cq Astra International dan Auto 2000 serta pihak produsen cq Toyota Astra Motor, Toyota Motor Manufacturing Indonesia dan Astra Daihatsu Motor diminta oleh Penggugat untuk mengembalikan dan mengganti seluruh pelek steel wheel pada ban serep Toyota New Avanza 1.3 G M/T dengan pelek racing alloy wheel R 14 kepada seluruh masyarakat pemilik dan/atau pembeli mobil Toyota New Avanza 1.3 G M/T karena dalam spesifikasi produknya yang diterbitkan dan dipublikasikan oleh produsen dan main dealer atau dealer nyata-nyata menegaskan bahwa spesifikasi pelek untuk mobil Toyota New Avanza 1.3 G M/T adalah pelek racing alloy wheel bukan 4 (empat) pelek racing alloy wheel R 14 dan 1 (satu) pelek steel wheel (untuk ban serep) sehingga kelima-lima peleknya atau seluruh peleknya termasuk tetapi tidak terbatas pada pelek ban serep mobil Toyota New Avanza 1.3 G M/T wajib menggunakan pelek racing alloy wheel R 14 bukan menggunakan 4 (empat) pelek racing alloy wheel R 14 dan 1 (satu) pelek steel wheel R 14 untuk ban serepnya.
Bahwa spesifikasi pelek steel wheel adalah spesifikasi pelek untuk kendaraan atau mobil Toyota New Avanza 1.3 E M/T bukan untuk Toyota New Avanza 1.3 G M/T sehingga mobil Toyota New Avanza 1.3 G M/T seluruh peleknya atau kelima-lima peleknya harus dan wajib menggunakan pelek racing alloy wheel seluruhnya termasuk untuk pelek pada ban serepnya.
Yang lebih anehnya untuk kendaraan Toyota New Avanza 1.3 E M/T dengan spesifikasi pelek menggunakan pelek steel wheel R 14, ternyata keseluruhan peleknya atau kelima-lima peleknya menggunakan pelek steel wheel seluruhnya tanpa kecuali termasuk tetapi tidak terbatas pada pelek ban serepnya juga menggunakan pelek steel wheel R 14.
Penawaran pengembalian dan penggantian itu merupakan suatu bukti sempurna bahwa pihak main dealer/dealer dan/atau produsen Toyota New Avanza 1.3 G M/T telah melakukan kesalahan karena kalau tidak merasa melakukan kesalahan dalam penjualan dan produksi mobil Toyota New Avanza 1.3 G M/T seharusnya tidak perlu menawarkan pengembalian dan penggantian pelek steel wheel pada ban serep Toyota New Avanza 1.3 G M/T dengan pelek racing alloy wheel.
Penawaran pengembalian dan penggantian pelek steel wheel pada ban serep mobil Toyota New Avanza 1.3 G M/T secara yuridis BUKAN merupakan itikad baik perusahaan atau Para Tergugat karena itikad baik itu seharusnya dilaksanakan pada saat pelaksanaan janji atau perjanjian jual-beli dan/atau pada saat sebelum perjanjian dilakukan BUKAN pada saat tuntutan dilakukan barulah kemudian memenuhi tuntutan Penggugat, hal itu dapat ditarik kesimpulan bahwa setidak-tidaknya gugatan Penggugat bakal dikabulkan sebagaian oleh majelis hakim dan jika sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) maka saya akan mengajukan gugatan class action dengan dasar bukti putusan sebelumnya. Semoga.
Demikianlah, pendapat saya yang saya sampaikan kepada publik guna kepentingan publik.
Foto-foto proses persidangan setempat/descente di PN Jkt Pst tgl 16 Juni 2015 terhdp alat bukti dan obyek perkara Toyota New Avanza 1.3G M/T dg spesifikasi racing pelek alloy wheel tetapi kenyataannya menggunakan spesifikasi pelek campuran antara pelek alloy wheel dan pelek besi (steel wheel) atau antara 4 pelek alloy wheel dan 1 pelek steel wheel (pelek serep), yg dihadiri oleh Penggugat, Kuasa Tergugat I - III (PT Astra International Tbk, Auto 2000), Kuasa Tergugat IV, VI dan VII (PT Toyota Astra Motor, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Toyota Motor Corporation Jepang) dan Kuasa Tergugat V (PT Astra Daihatsu Motor) dipimpin majelis hakim PN Jkt Pst No 183/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst, dihadirkan juga kendaraan pembanding yaitu Toyota Kijang Innova 2.0G M/T dg spesifikasi pelek alloy wheel ternyata kelima-limanya atau seluruhnya (tanpa kecuali) termasuk tetapi tidak terbatas pada pelek serep menggunakan pelek alloy wheel seluruhnya.
Bahwa spesifikasi pelek steel wheel adalah spesifikasi pelek untuk kendaraan atau mobil Toyota New Avanza 1.3 E M/T bukan untuk Toyota New Avanza 1.3 G M/T sehingga mobil Toyota New Avanza 1.3 G M/T seluruh peleknya atau kelima-lima peleknya harus dan wajib menggunakan pelek racing alloy wheel seluruhnya termasuk untuk pelek pada ban serepnya.
Yang lebih anehnya untuk kendaraan Toyota New Avanza 1.3 E M/T dengan spesifikasi pelek menggunakan pelek steel wheel R 14, ternyata keseluruhan peleknya atau kelima-lima peleknya menggunakan pelek steel wheel seluruhnya tanpa kecuali termasuk tetapi tidak terbatas pada pelek ban serepnya juga menggunakan pelek steel wheel R 14.
Penawaran pengembalian dan penggantian itu merupakan suatu bukti sempurna bahwa pihak main dealer/dealer dan/atau produsen Toyota New Avanza 1.3 G M/T telah melakukan kesalahan karena kalau tidak merasa melakukan kesalahan dalam penjualan dan produksi mobil Toyota New Avanza 1.3 G M/T seharusnya tidak perlu menawarkan pengembalian dan penggantian pelek steel wheel pada ban serep Toyota New Avanza 1.3 G M/T dengan pelek racing alloy wheel.
Penawaran pengembalian dan penggantian pelek steel wheel pada ban serep mobil Toyota New Avanza 1.3 G M/T secara yuridis BUKAN merupakan itikad baik perusahaan atau Para Tergugat karena itikad baik itu seharusnya dilaksanakan pada saat pelaksanaan janji atau perjanjian jual-beli dan/atau pada saat sebelum perjanjian dilakukan BUKAN pada saat tuntutan dilakukan barulah kemudian memenuhi tuntutan Penggugat, hal itu dapat ditarik kesimpulan bahwa setidak-tidaknya gugatan Penggugat bakal dikabulkan sebagaian oleh majelis hakim dan jika sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) maka saya akan mengajukan gugatan class action dengan dasar bukti putusan sebelumnya. Semoga.
Demikianlah, pendapat saya yang saya sampaikan kepada publik guna kepentingan publik.
Foto-foto proses persidangan setempat/descente di PN Jkt Pst tgl 16 Juni 2015 terhdp alat bukti dan obyek perkara Toyota New Avanza 1.3G M/T dg spesifikasi racing pelek alloy wheel tetapi kenyataannya menggunakan spesifikasi pelek campuran antara pelek alloy wheel dan pelek besi (steel wheel) atau antara 4 pelek alloy wheel dan 1 pelek steel wheel (pelek serep), yg dihadiri oleh Penggugat, Kuasa Tergugat I - III (PT Astra International Tbk, Auto 2000), Kuasa Tergugat IV, VI dan VII (PT Toyota Astra Motor, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Toyota Motor Corporation Jepang) dan Kuasa Tergugat V (PT Astra Daihatsu Motor) dipimpin majelis hakim PN Jkt Pst No 183/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst, dihadirkan juga kendaraan pembanding yaitu Toyota Kijang Innova 2.0G M/T dg spesifikasi pelek alloy wheel ternyata kelima-limanya atau seluruhnya (tanpa kecuali) termasuk tetapi tidak terbatas pada pelek serep menggunakan pelek alloy wheel seluruhnya.
Jumat, 03 Oktober 2014
DR IUR ADNAN BUYUNG NASUTION SH DKK DIKALAHKAN OLEH HAGUS DI PN JAKSEL
HAGUS VS ADNAN BUYUNG NASUTION DKK
Legal Issues :
Adnan Buyung Nasution Lawfirm, DR Iur Adnan Buyung Nasution SH, Eri Hertiawan SH dan Sadly Hasibuan SH baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama secara sepihak telah memutus dan menghentikan Perjanjian Jual-beli Jasa Hukum No 428/ABNP/EH/IX/2007 tertanggal 27 September 2007 dan Perjanjian Pemberian Kuasa tertanggal 20 November 2007 dan tertanggal 18 Desember 2007.
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan No 277/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel yang diketuai Hakim Ketua DR Suanto SH MH dalam Amar Putusannya pada hari Kamis, tanggal 2 Oktober 2014, telah mengabulkan sebagian gugatan Penggugat (Hagus) dan menyatakan bahwa Para Tergugat atau ABNP Lawfirm (Tergugat I), Eri Hertiawan SH LLM (Tergugat II), Sadly Hasibuan (Tergugat III) dan DR IUR Adnan Buyung Nasution SH (Tergugat IV) baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada Penggugat terkait pemutusan dan penghentian sepihak Perjanjian Jual-beli Jasa Hukum dan Perjanjian Pemberian Kuasa serta menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti rugi materil dan imateril kepada Penggugat.
Tq God, Tks Majelis Hakim, Bravo Hagus.
Legal Issues :
Adnan Buyung Nasution Lawfirm, DR Iur Adnan Buyung Nasution SH, Eri Hertiawan SH dan Sadly Hasibuan SH baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama secara sepihak telah memutus dan menghentikan Perjanjian Jual-beli Jasa Hukum No 428/ABNP/EH/IX/2007 tertanggal 27 September 2007 dan Perjanjian Pemberian Kuasa tertanggal 20 November 2007 dan tertanggal 18 Desember 2007.
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan No 277/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel yang diketuai Hakim Ketua DR Suanto SH MH dalam Amar Putusannya pada hari Kamis, tanggal 2 Oktober 2014, telah mengabulkan sebagian gugatan Penggugat (Hagus) dan menyatakan bahwa Para Tergugat atau ABNP Lawfirm (Tergugat I), Eri Hertiawan SH LLM (Tergugat II), Sadly Hasibuan (Tergugat III) dan DR IUR Adnan Buyung Nasution SH (Tergugat IV) baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada Penggugat terkait pemutusan dan penghentian sepihak Perjanjian Jual-beli Jasa Hukum dan Perjanjian Pemberian Kuasa serta menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti rugi materil dan imateril kepada Penggugat.
Tq God, Tks Majelis Hakim, Bravo Hagus.
CITIBANK N.A DIKALAHKAN LAGI UNTUK KEDUA KALINYA OLEH HAGUS DI PN JAKSEL
HAGUS VS CITIBANK N.A
Legal Issues :
Citibank N.A secara sepihak telah memungut dan membebankan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA setiap bulan kepada Nasabahnya saat Nasabah melakukan kewajiban hukumnya untuk membayar tagihan kartu kredit Citibank dengan menggunakan Kartu ATM BCA via fasilitas Mesin ATM BCA (milik BCA,bukan milik Citibank) dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai Alat Pembayaran (APMK).
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan No 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dalam Amar Putusannya pada tanggal 15 Desember 2011 telah mengabulkan gugatan Penggugat (Hagus) sebagian dan menyatakan Tergugat I (Citibank N.A) dan Tergugat II (Citi Country Officer Citibank N.A) telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada Penggugat terkait pungutan dan pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA saat melakukan pembayaran tagihan kartu kredit Citibank N.A via Mesin ATM BCA dengan Kartu ATM BCA milik BCA dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai Alat Pembayaran (APMK) serta menghukum Tergugat I - II untuk membayar ganti rugi materil kepada Penggugat.
Terhadap Putusan PN Jaksel tersebut, pihak Tergugat I - II kemudian mengajukan Banding pada tanggal 21 Desember 2011 (Tergugat I - II selanjutnya disebut sebagai Pembanding I - II dan Penggugat disebut sebagai Terbanding).
Majelis Hakim Banding PT DKI Jakarta No 165/Pdt/2013/PT DKI dalam Amar Putusannya pada tanggal 19 September 2013 ternyata telah menolak Permohonan Banding dari Pembanding I - II semula Tergugat I - II dan menguatkan Putusan PN Jaksel No 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel tertanggal 15 Desember 2011.
Terhadap Putusan PT DKI Jakarta No 165/Pdt/2013/PT.DKI tertanggal 19 September 2013 tersebut, pihak Pembanding I - II semula Tergugat I - II kemudian mengajukan Kasasi pada tanggal 21 Januari 2014 (Selanjutnya Pembanding I - II semula Tergugat I - II disebut sebagai Pemohon Kasasi I - II dan Terbanding semula Penggugat disebut sebagai Termohon Kasasi).
Hingga saat ini perkara tersebut masih dalam pemeriksaan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Tq God. Tks Majelis Hakim. Bravo Hagus.
Legal Issues :
Citibank N.A secara sepihak telah memungut dan membebankan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA setiap bulan kepada Nasabahnya saat Nasabah melakukan kewajiban hukumnya untuk membayar tagihan kartu kredit Citibank dengan menggunakan Kartu ATM BCA via fasilitas Mesin ATM BCA (milik BCA,bukan milik Citibank) dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai Alat Pembayaran (APMK).
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan No 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dalam Amar Putusannya pada tanggal 15 Desember 2011 telah mengabulkan gugatan Penggugat (Hagus) sebagian dan menyatakan Tergugat I (Citibank N.A) dan Tergugat II (Citi Country Officer Citibank N.A) telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada Penggugat terkait pungutan dan pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA saat melakukan pembayaran tagihan kartu kredit Citibank N.A via Mesin ATM BCA dengan Kartu ATM BCA milik BCA dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai Alat Pembayaran (APMK) serta menghukum Tergugat I - II untuk membayar ganti rugi materil kepada Penggugat.
Terhadap Putusan PN Jaksel tersebut, pihak Tergugat I - II kemudian mengajukan Banding pada tanggal 21 Desember 2011 (Tergugat I - II selanjutnya disebut sebagai Pembanding I - II dan Penggugat disebut sebagai Terbanding).
Majelis Hakim Banding PT DKI Jakarta No 165/Pdt/2013/PT DKI dalam Amar Putusannya pada tanggal 19 September 2013 ternyata telah menolak Permohonan Banding dari Pembanding I - II semula Tergugat I - II dan menguatkan Putusan PN Jaksel No 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel tertanggal 15 Desember 2011.
Terhadap Putusan PT DKI Jakarta No 165/Pdt/2013/PT.DKI tertanggal 19 September 2013 tersebut, pihak Pembanding I - II semula Tergugat I - II kemudian mengajukan Kasasi pada tanggal 21 Januari 2014 (Selanjutnya Pembanding I - II semula Tergugat I - II disebut sebagai Pemohon Kasasi I - II dan Terbanding semula Penggugat disebut sebagai Termohon Kasasi).
Hingga saat ini perkara tersebut masih dalam pemeriksaan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Tq God. Tks Majelis Hakim. Bravo Hagus.
CITIBANK N.A DIKALAHKAN HAGUS DI PN JAKARTA SELATAN
HAGUS VS CITIBANK N.A
Legal Issues :
Citibank N.A telah menghimpun, memungut dan membebankan tambahan biaya pembayaran pajak negara cq pajak pusat cq pajak dokumen cq Bea Meterai Lunas dokumen billing statement kepada Nasabahnya dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagal Alat Pembayaran (APMK)
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan No 1379/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel dalam Amar Putusannya pada tanggal 8 September 2009 telah mengabulkan gugatan Penggugat (Hagus) sebagian dan menyatakan bahwa Tergugat I (Citibank N.A) telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada Penggugat terkait penghimpunan, pungutan dan pembebanan tambahan biaya pembayaran pajak Bea Meterai Lunas yang dilakukan secara melawan hukum serta menghukum Tergugat I untuk membayar ganti rugi materil kepada Penggugat.
Terhadap Putusan PN Jakarta Selatan tersebut, pihak Tergugat I (Citibank N.A) kemudian mengajukan Banding pada tanggal 10 September 2009 (Tergugat I selanjutnya disebut sebagai Pembanding dan Penggugat selanjutnya disebut sebagai Terbanding).
Majelis Hakim Banding PT DKI Jakarta No 06/Pdt/2011/PT.DKI dalam Amar Putusannya pada tanggal 6 Desember 2011 ternyata telah mengabulkan permohonan Banding dari Pembanding semula Tergugat I dan membatalkan putusan PN Jakarta Selatan No 1379/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel tertanggal 8 September 2009 tersebut.
Putusan PT DKI Jakarta No 06/Pdt/2011/PT.DKI diterima Terbanding semula Penggugat pada tanggal 16 Maret 2012.
Terhadap Putusan Majelis Hakim PT DKI No 06/Pdt/2011/PT.DKI tertanggal 6 Desember 2011 tersebut, Terbanding semula Penggugat kemudian mengajukan Kasasi pada tanggal 29 Maret 2012 (Terbanding semula Penggugat selanjutnya disebut sebagai Pemohon Kasasi dan Pembanding semula Tergugat I selanjutnya disebut sebagai Termohon Kasasi).
Hingga saat ini perkara tersebut masih dalam pemeriksaan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Bravo Hagus.
Legal Issues :
Citibank N.A telah menghimpun, memungut dan membebankan tambahan biaya pembayaran pajak negara cq pajak pusat cq pajak dokumen cq Bea Meterai Lunas dokumen billing statement kepada Nasabahnya dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagal Alat Pembayaran (APMK)
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan No 1379/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel dalam Amar Putusannya pada tanggal 8 September 2009 telah mengabulkan gugatan Penggugat (Hagus) sebagian dan menyatakan bahwa Tergugat I (Citibank N.A) telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada Penggugat terkait penghimpunan, pungutan dan pembebanan tambahan biaya pembayaran pajak Bea Meterai Lunas yang dilakukan secara melawan hukum serta menghukum Tergugat I untuk membayar ganti rugi materil kepada Penggugat.
Terhadap Putusan PN Jakarta Selatan tersebut, pihak Tergugat I (Citibank N.A) kemudian mengajukan Banding pada tanggal 10 September 2009 (Tergugat I selanjutnya disebut sebagai Pembanding dan Penggugat selanjutnya disebut sebagai Terbanding).
Majelis Hakim Banding PT DKI Jakarta No 06/Pdt/2011/PT.DKI dalam Amar Putusannya pada tanggal 6 Desember 2011 ternyata telah mengabulkan permohonan Banding dari Pembanding semula Tergugat I dan membatalkan putusan PN Jakarta Selatan No 1379/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel tertanggal 8 September 2009 tersebut.
Putusan PT DKI Jakarta No 06/Pdt/2011/PT.DKI diterima Terbanding semula Penggugat pada tanggal 16 Maret 2012.
Terhadap Putusan Majelis Hakim PT DKI No 06/Pdt/2011/PT.DKI tertanggal 6 Desember 2011 tersebut, Terbanding semula Penggugat kemudian mengajukan Kasasi pada tanggal 29 Maret 2012 (Terbanding semula Penggugat selanjutnya disebut sebagai Pemohon Kasasi dan Pembanding semula Tergugat I selanjutnya disebut sebagai Termohon Kasasi).
Hingga saat ini perkara tersebut masih dalam pemeriksaan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Bravo Hagus.
Sabtu, 30 Agustus 2014
PELAPORAN DAN PENYEBARLUASAN DATA PRIBADI NASABAH DALAM SISTEM INFORMASI DEBITUR BI DENGAN STATUS KOLEKTIBILITAS MACET TERKAIT SENGKETA PUNGUTAN BIAYA PAJAK BEA METERAI LUNAS YG BUKAN BAGIAN DARI POKOK PERJANJIAN KARTU KREDIT DAN/ATAU DILUAR TUGAS POKOK BANK APAKAH MELAWAN HUKUM ?
Menurut pendapat saya :
Pelaporan dan penyebarluasan data pribadi nasabah debitur dalam Sistem Elektronik cq Sistem Informasi Debitur (SID) BI atau BI Checking dengan status kolektibilitas langsung 5 (macet) tanpa pemberitahuan tertulis kepada nasabah dan tanpa melalui urut-urutan kolektibilitas 1, 2, 3, dan 4 terlebih dahulu terkait sengketa pungutan tambahan biaya pajak Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit Citibank padahal Bea Meterai tersebut sudah lunas dan dilunasi oleh Citibank sendiri berdasarkan hukum dan/atau Bea Meterai Lunas tersebut bukan bagian dari pokok perjanjian kartu kredit dan/atau pungutan pajak Bea Meterai Lunas tersebut juga bukan bagian dari tugas pokok dan fungsi Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan nyata-nyata telah melanggar UU Perbankan, Peraturan Perundang-undangan tentang Perbankan cq Peraturan BI dan Surat Edaran BI tentang Sistem Informasi Debitur, tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, tentang Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, melanggar UU I.T.E, melanggar UU Perlindungan Konsumen, melanggar Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan melalui beberapa gugatan perdata yang terdaftar dalam roll perkara No : 1379/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel, No : 1124/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel, No : 471/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel, dan No : 748/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel, dan No : 427/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst dan rencananya gugatan baru yang akan diajukan dalam waktu dekat ini.
Pelaporan dan penyebarluasan data pribadi nasabah debitur dalam Sistem Elektronik cq Sistem Informasi Debitur (SID) BI atau BI Checking dengan status kolektibilitas langsung 5 (macet) tanpa pemberitahuan tertulis kepada nasabah dan tanpa melalui urut-urutan kolektibilitas 1, 2, 3, dan 4 terlebih dahulu terkait sengketa pungutan tambahan biaya pajak Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit Citibank padahal Bea Meterai tersebut sudah lunas dan dilunasi oleh Citibank sendiri berdasarkan hukum dan/atau Bea Meterai Lunas tersebut bukan bagian dari pokok perjanjian kartu kredit dan/atau pungutan pajak Bea Meterai Lunas tersebut juga bukan bagian dari tugas pokok dan fungsi Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan nyata-nyata telah melanggar UU Perbankan, Peraturan Perundang-undangan tentang Perbankan cq Peraturan BI dan Surat Edaran BI tentang Sistem Informasi Debitur, tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, tentang Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, melanggar UU I.T.E, melanggar UU Perlindungan Konsumen, melanggar Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan melalui beberapa gugatan perdata yang terdaftar dalam roll perkara No : 1379/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel, No : 1124/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel, No : 471/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel, dan No : 748/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel, dan No : 427/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst dan rencananya gugatan baru yang akan diajukan dalam waktu dekat ini.
PEMUTUSAN DAN/ATAU PENGHENTIAN SEPIHAK PERJANJIAN JUAL-BELI JASA HUKUM DAN PERJANJIAN PEMBERIAN KUASA YANG DILAKUKAN KANTOR HUKUM ADNAN BUYUNG NASUTION DAN PARTNERS TANPA KESEPAKATAN BERSAMA APAKAH MELAWAN HUKUM ?
Menurut pendapat saya :
Pemutusan dan/atau penghentian sepihak perjanjian jual-beli jasa hukum No : 428/ABNP/EH/IX/2007 tertanggal 27 September 2007 yang telah disetujui dan ditanda tangani oleh Advokat ERI HERTIAWAN SH LLM selaku Partner Adnan Buyung Nasution Law Firm & Partner bersama-sama Klien dan/atau pemutusan sepihak perjanjian pemberian kuasa tertanggal 20 November 2007 dan tertanggal 18 Desember 2007 yang telah disetujui dan ditanda tangani oleh Penerima Kuasa Advokat ERI HERTIAWAN SH LLM selaku Partner ABNP dan Advokat SADLY HASIBUAN SH selaku Lawyer ABNP dan Klien yang dilakukan secara tidak sah, tanpa kesepakatan bersama, tanpa pemberitahuan tertulis dalam tenggang waktu yang cukup dan patut serta tanpa alasan hukum yang sah dan mengikat nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata jo Pasal 1266 KUHPerdata.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan melalui beberapa gugatan perdata yang terdaftar dalam roll perkara No : 09/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel dan No : 1191/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel dan No : 227/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dan No : 243/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dan No 277/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel.
Pemutusan dan/atau penghentian sepihak perjanjian jual-beli jasa hukum No : 428/ABNP/EH/IX/2007 tertanggal 27 September 2007 yang telah disetujui dan ditanda tangani oleh Advokat ERI HERTIAWAN SH LLM selaku Partner Adnan Buyung Nasution Law Firm & Partner bersama-sama Klien dan/atau pemutusan sepihak perjanjian pemberian kuasa tertanggal 20 November 2007 dan tertanggal 18 Desember 2007 yang telah disetujui dan ditanda tangani oleh Penerima Kuasa Advokat ERI HERTIAWAN SH LLM selaku Partner ABNP dan Advokat SADLY HASIBUAN SH selaku Lawyer ABNP dan Klien yang dilakukan secara tidak sah, tanpa kesepakatan bersama, tanpa pemberitahuan tertulis dalam tenggang waktu yang cukup dan patut serta tanpa alasan hukum yang sah dan mengikat nyata-nyata telah melanggar ketentuan Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata jo Pasal 1266 KUHPerdata.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan melalui beberapa gugatan perdata yang terdaftar dalam roll perkara No : 09/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel dan No : 1191/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel dan No : 227/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dan No : 243/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dan No 277/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel.
MEMPRODUKSI DAN MENJUAL OBAT HERBAL TRIPOTEN DAN SANOMALE YANG POSITIF MENGANDUNG CAMPURAN BAHAN KIMIA OBAT KERAS TADALAFIL APAKAH MELAWAN HUKUM ?
Menurut pendapat saya :
Memproduksi dan mengedarkan obat herbal Tripoten produksi PT Dexa Medica dan obat herbal Sanomale produksi PT Pyridam Tbk yang diedarkan oleh distributornya PT Anugrah Argon Medica dan berdasarkan hasil uji laboratoris Badan POM didapati positif mengandung campuran Bahan Kimia Obat (BKO) Keras jenis Tadalafil dan kemudian nomor registrasinya dibatalkan secara tetap serta dilarang peredarannya secara tetap nyata-nyata melanggar UU Kesehatan, Peraturan Perundang-undangan tentang Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, UU I.T.E, KUHP, dan melanggar perjanjian jual-beli.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan melalui gugatan perdata yang terdaftar dalam rol perkara No : 662/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel dan No : 396/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel dan No : 671/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel .
Memproduksi dan mengedarkan obat herbal Tripoten produksi PT Dexa Medica dan obat herbal Sanomale produksi PT Pyridam Tbk yang diedarkan oleh distributornya PT Anugrah Argon Medica dan berdasarkan hasil uji laboratoris Badan POM didapati positif mengandung campuran Bahan Kimia Obat (BKO) Keras jenis Tadalafil dan kemudian nomor registrasinya dibatalkan secara tetap serta dilarang peredarannya secara tetap nyata-nyata melanggar UU Kesehatan, Peraturan Perundang-undangan tentang Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, UU I.T.E, KUHP, dan melanggar perjanjian jual-beli.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan melalui gugatan perdata yang terdaftar dalam rol perkara No : 662/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel dan No : 396/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel dan No : 671/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel .
Sabtu, 10 Mei 2014
Pengumuman atau fasilitas gratis pemasangan antena UHF oleh Indovision, apakah dapat menganulir perjanjian sewa-menyewa televisi berlangganan untuk menyaksikan siaran piala dunia ?
Menurut pendapat saya :
Pengumuman atau pemberitahuan yang dilakukan Televisi Berlangganan Indovision yang tidak dapat menyiarkan siaran langsung pertandingan sepak bola dunia pada channel 80 Indovision cq RCTI dan channel 81 Indovision cq Global TV secara yuridis tidak dapat menganulir perjanjian sewa-menyewa televisi berlangganan Indovision termasuk tetapi tidak terbatas pada menyaksikan siaran langsung pertandingan sepak bola dunia Fifa World Cup 2010 melalui channel 80 dan channel 81 Indovision sehingga pihak Indovision yang telah terikat janji wajib hukumnya untuk tetap menyiarkan pertandingan sepak bola dunia tersebut melalui channel 80 dan channel 81 Indovision.
Demikain juga adanya pengumuman terkait fasilitas gratis pemasangan antena UHF bagi pelanggan Indovision yang ingin menyaksikan siaran langsung pertandingan sepak bola dunia melalui TV One (kalau tidak salah) dan AN TV (kalau tidak salah) dengan antena UHF secara yuridis tidak dapat menganulir dan menjadi alasan bagi Indovision untuk tidak menyiarkan siaran langsung piala dunia tersebut melalui channel2 Indovision sehingga Indovision tetap wajib hukumnya untuk melaksanakan perjanjian yang mengikat sebagai undang-undang untuk menyiarkan pertandingan piala dunia 2014 tersebut melalui channel2 di Indovision.
Apapun alasannya, tidak ada alasan lain bagi Indovision selain wajib hukumnya untuk menyiarkannya pertandingan sepak bola dunia Fifa World Cup 2014 melalui channel2 Indovision dengan konsekuensi hukum dituntut jika tidak menjalankan kewajiban hukumnya kepada nasabah penyewa atau pelanggannya.
Hal itu dilandasi alasan hukum bahwa Indovision telah memperjanjikan kepada nasabah penyewanya untuk menyaksikan siaran-siaran televisi lokal melalui Indovision sehingga janji tersebut wajib hukumnya dilaksanakan sesuai asas pacta sunt servanda.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan dan terdaftar dalam rol perkara No : 388/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel dan No : 434/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel dan gugatan baru yang rencananya akan diajukan dalam waktu dekat ini atau tahun 2014 ini juga atau setidak2nya setelah Presiden terpilih Bpk Jokowi dilantik pada Oktober 2014 ini dengan menarik PT MNC Skyvision Tbk, Global Mediacom Tbk, TV One, ANTV, dan PT Visi Media Asia Tbk sebagai pihak2.
Bahwa terkait permasalahan Viva World Cup 2014 yang tidak disiarkan oleh Indovision, TV One dan ANTV sebagaimana tersebut diatas yang menurut saya termasuk perbuatan melawan hukum tentunya harus diuji kebenarannya di pengadilan sehingga saya terpaksa menguji di PN Jakarta Selatan dan terdaftar dalam roll perkara No 727/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel antara saya vs PT MNC Sky Vision Tbk, PT Global Mediacom Tbk, PT MNC Investama Tbk, PT Lativi Mediakarya (TV One), PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) dan PT Visi Media Asia Tbk (Viva).
Waktulah yang membuktikan apakah pendapat saya tersebut dapat diterima dan diakomodir oleh majelis hakim marilah kita tunggu hasilnya, mudah2an para hakim yang terhormat benar-benar memutus perkara ini berdasarkan hukum sesuai tujuan hukum sebenarnya cq asas keadilan, kepastian hukum dan manfaat. Semoga. Bravo.
Pengumuman atau pemberitahuan yang dilakukan Televisi Berlangganan Indovision yang tidak dapat menyiarkan siaran langsung pertandingan sepak bola dunia pada channel 80 Indovision cq RCTI dan channel 81 Indovision cq Global TV secara yuridis tidak dapat menganulir perjanjian sewa-menyewa televisi berlangganan Indovision termasuk tetapi tidak terbatas pada menyaksikan siaran langsung pertandingan sepak bola dunia Fifa World Cup 2010 melalui channel 80 dan channel 81 Indovision sehingga pihak Indovision yang telah terikat janji wajib hukumnya untuk tetap menyiarkan pertandingan sepak bola dunia tersebut melalui channel 80 dan channel 81 Indovision.
Demikain juga adanya pengumuman terkait fasilitas gratis pemasangan antena UHF bagi pelanggan Indovision yang ingin menyaksikan siaran langsung pertandingan sepak bola dunia melalui TV One (kalau tidak salah) dan AN TV (kalau tidak salah) dengan antena UHF secara yuridis tidak dapat menganulir dan menjadi alasan bagi Indovision untuk tidak menyiarkan siaran langsung piala dunia tersebut melalui channel2 Indovision sehingga Indovision tetap wajib hukumnya untuk melaksanakan perjanjian yang mengikat sebagai undang-undang untuk menyiarkan pertandingan piala dunia 2014 tersebut melalui channel2 di Indovision.
Apapun alasannya, tidak ada alasan lain bagi Indovision selain wajib hukumnya untuk menyiarkannya pertandingan sepak bola dunia Fifa World Cup 2014 melalui channel2 Indovision dengan konsekuensi hukum dituntut jika tidak menjalankan kewajiban hukumnya kepada nasabah penyewa atau pelanggannya.
Hal itu dilandasi alasan hukum bahwa Indovision telah memperjanjikan kepada nasabah penyewanya untuk menyaksikan siaran-siaran televisi lokal melalui Indovision sehingga janji tersebut wajib hukumnya dilaksanakan sesuai asas pacta sunt servanda.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan dan terdaftar dalam rol perkara No : 388/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel dan No : 434/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel dan gugatan baru yang rencananya akan diajukan dalam waktu dekat ini atau tahun 2014 ini juga atau setidak2nya setelah Presiden terpilih Bpk Jokowi dilantik pada Oktober 2014 ini dengan menarik PT MNC Skyvision Tbk, Global Mediacom Tbk, TV One, ANTV, dan PT Visi Media Asia Tbk sebagai pihak2.
Bahwa terkait permasalahan Viva World Cup 2014 yang tidak disiarkan oleh Indovision, TV One dan ANTV sebagaimana tersebut diatas yang menurut saya termasuk perbuatan melawan hukum tentunya harus diuji kebenarannya di pengadilan sehingga saya terpaksa menguji di PN Jakarta Selatan dan terdaftar dalam roll perkara No 727/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel antara saya vs PT MNC Sky Vision Tbk, PT Global Mediacom Tbk, PT MNC Investama Tbk, PT Lativi Mediakarya (TV One), PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) dan PT Visi Media Asia Tbk (Viva).
Waktulah yang membuktikan apakah pendapat saya tersebut dapat diterima dan diakomodir oleh majelis hakim marilah kita tunggu hasilnya, mudah2an para hakim yang terhormat benar-benar memutus perkara ini berdasarkan hukum sesuai tujuan hukum sebenarnya cq asas keadilan, kepastian hukum dan manfaat. Semoga. Bravo.
Perbedaan material dan ukuran pelek ban serep dengan pelek terpasang pada mobil dalam perjanjian jual-beli mobil, apakah melawan hukum ?
Menurut pendapat saya :
Pelek ban serep (pelek besi/steel wheel 13" atau 14") yang menggunakan bahan atau material dan ukuran berbeda dengan pelek terpasang (pelek aluminium/alloy wheel 14" atau 15") dst, nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau di luar perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata dan melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Catatan :
Biasanya dalam keterangan produknya yang disebarluaskan oleh produsen melalui media televisi,elektronik,cetak dan brosur2 secara tegas menyebutkan penggunaan bahan pelek dan ukuran peleknya misalnya seperti keterangan produk pelek Toyota New Avanza 1.3G M/T menggunakan pelek alloy wheel R 14", sedangkan pelek Toyota New Avanza type 1.3E M/T menggunakan pelek steel wheel R 14", namun sayangnya sejak adanya gugatan yang terdaftar dalam perkara perdata No 93/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst, produsen Toyota tidak memuat informasi tentang penggunaan material pelek maupun ukuran pelek apakah menggunakan pelek alloy wheel atau steel wheel dan apakah R 14" ataukah R 15".
Gugatan No 93/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst tersebut dilanjutkan dengan Gugatan No 183/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst terkait penggunaan pelek berbahan besi atau steel wheel R 14" pada ban serep mobil Toyota New Avanza 1.3G M/T padahal dalam perjanjian dan katalog nyata-nyata secara tegas dinyatakan bahwa Toyota New Avanza 1.3G M/T menggunakan pelek alloy wheel R 14" sehingga seharusnya seluruhnya atau kelima-lima peleknya termasuk tetapi tidak terbatas pada pelek ban serep menggunakan pelek alloy wheel R 14", namun karena pelek ban serepnya menggunakan pelek besi/steel wheel R 14" maka gugatan tersebut diajukan meskipun dalam pertemuan di luar pengadilan atau mediasi di pengadilan pihak Toyota cs bersedia mengembalikan atau mengganti pelek ban serep yang terbuat dari pelek besi/steel wheel R 14" dengan pelek aluminium/alloy wheel R 14" yang secara hukum merupakan bukti pengakuan kesalahan pihak produsen dan/atau penjual/dealer tetapi saya menolak dengan tegas karena penggunaan pelek besi/steel wheel R 14" untuk ban serep ternyata dilakukan bukan hanya kepada saya seorang tetapi kepada seluruh pemilik Toyota New Avanza 1.3G M/T sehingga patut diduga adanya unsur kesengajaan dan kesalahan.
Pelek ban serep (pelek besi/steel wheel 13" atau 14") yang menggunakan bahan atau material dan ukuran berbeda dengan pelek terpasang (pelek aluminium/alloy wheel 14" atau 15") dst, nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau di luar perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata dan melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Catatan :
Biasanya dalam keterangan produknya yang disebarluaskan oleh produsen melalui media televisi,elektronik,cetak dan brosur2 secara tegas menyebutkan penggunaan bahan pelek dan ukuran peleknya misalnya seperti keterangan produk pelek Toyota New Avanza 1.3G M/T menggunakan pelek alloy wheel R 14", sedangkan pelek Toyota New Avanza type 1.3E M/T menggunakan pelek steel wheel R 14", namun sayangnya sejak adanya gugatan yang terdaftar dalam perkara perdata No 93/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst, produsen Toyota tidak memuat informasi tentang penggunaan material pelek maupun ukuran pelek apakah menggunakan pelek alloy wheel atau steel wheel dan apakah R 14" ataukah R 15".
Gugatan No 93/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst tersebut dilanjutkan dengan Gugatan No 183/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst terkait penggunaan pelek berbahan besi atau steel wheel R 14" pada ban serep mobil Toyota New Avanza 1.3G M/T padahal dalam perjanjian dan katalog nyata-nyata secara tegas dinyatakan bahwa Toyota New Avanza 1.3G M/T menggunakan pelek alloy wheel R 14" sehingga seharusnya seluruhnya atau kelima-lima peleknya termasuk tetapi tidak terbatas pada pelek ban serep menggunakan pelek alloy wheel R 14", namun karena pelek ban serepnya menggunakan pelek besi/steel wheel R 14" maka gugatan tersebut diajukan meskipun dalam pertemuan di luar pengadilan atau mediasi di pengadilan pihak Toyota cs bersedia mengembalikan atau mengganti pelek ban serep yang terbuat dari pelek besi/steel wheel R 14" dengan pelek aluminium/alloy wheel R 14" yang secara hukum merupakan bukti pengakuan kesalahan pihak produsen dan/atau penjual/dealer tetapi saya menolak dengan tegas karena penggunaan pelek besi/steel wheel R 14" untuk ban serep ternyata dilakukan bukan hanya kepada saya seorang tetapi kepada seluruh pemilik Toyota New Avanza 1.3G M/T sehingga patut diduga adanya unsur kesengajaan dan kesalahan.
Pembebanan biaya pembayaran via ATM BCA dalam Perjanjian Kartu Kredit, apakah melawan hukum ?
Menurut pendapat saya :
Pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau diluar perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar asas kepribadian/personalia perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata,melanggar UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun PBI dan SEBI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Catatan :
Nasabah menggunakan properti Kartu ATM BCA dan Mesin ATM BCA milik BCA bukan milik Bank Penerbit Kartu Kredit sehingga pembebanan biaya yang dilakukan oleh Bank Penerbit KK kepada nasabah KK saat menjalankan kewajiban hukumnya melaksanakan perjanjian melunasi pembayaran tagihan KK melalui Sistem Elektronik cq Mesin ATM BCA adalah melanggar kepatutan dan melanggar hak Nasabah Penyimpan BCA yang dijamin dan dilindungi hukum cq Perjanjian Simpan-menyimpan Uang dengan Kartu ATM BCA sebagai Alat Pembayaran (APMK).
Pada dasarnya setiap perjanjian hanya mengikat para pihak dalam perjanjian dan tidak dapat mengikat pihak ketiga serta tidak dapat merugikan pihak ketiga atau memberikan manfaat kepada pihak ketiga sesuai asas personalia perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata sehingga pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA yang dilakukan oleh Bank Penerbit Kartu Kredit karena adanya perjanjian kerjasama antara BCA dengan Bank Penerbit Kartu Kredit terkait penggunaan fasilitas bersama Mesin ATM BCA bagi Nasabah (Penyimpan/Kreditur) BCA yang juga menjadi Nasabah Kartu Kredit (Debitur) nyata-nyata melanggar Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata karena perjanjian diantara BCA dan Bank Penerbit KK hanya dapat mengikat mereka berdua dan tidak dapat mengikat nasabah kedua Bank tersebut selaku pihak ketiga meskipun Nasabah BCA (Nasabah Penyimpan) juga menjadi Nasabah Bank Penerbit KK (Nasabah Debitur) dan/atau sebaliknya.
Perjanjian Kerjasama itu juga melanggar UU Rahasia Bank sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 28 jo Pasal 40 UU Perbankan karena BCA wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya tanpa kecuali.
Perjanjian kerjasama itu juga melanggar UU ITE dan PBI jo SEBI tentang Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah karena BCA dan Bank Penerbit KK telah saling menukarkan dan menyebarluaskan Data Pribadi masing-masing Nasabah yang bersifat rahasia secara sepihak dan tanpa melalui persetujuan Nasabah selaku Pemilik Data Pribadi.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan yang terdaftar dalam roll perkara No : 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dan No : 434/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel dan rencananya satu gugatan lagi dengan menarik Citibank, PT BCA Tbk, PT MNC Sky Vision Tbk dan induk usahanya PT Global Mediacom Tbk dalam waktu dekat ini
Pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau diluar perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar asas kepribadian/personalia perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata,melanggar UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun PBI dan SEBI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Catatan :
Nasabah menggunakan properti Kartu ATM BCA dan Mesin ATM BCA milik BCA bukan milik Bank Penerbit Kartu Kredit sehingga pembebanan biaya yang dilakukan oleh Bank Penerbit KK kepada nasabah KK saat menjalankan kewajiban hukumnya melaksanakan perjanjian melunasi pembayaran tagihan KK melalui Sistem Elektronik cq Mesin ATM BCA adalah melanggar kepatutan dan melanggar hak Nasabah Penyimpan BCA yang dijamin dan dilindungi hukum cq Perjanjian Simpan-menyimpan Uang dengan Kartu ATM BCA sebagai Alat Pembayaran (APMK).
Pada dasarnya setiap perjanjian hanya mengikat para pihak dalam perjanjian dan tidak dapat mengikat pihak ketiga serta tidak dapat merugikan pihak ketiga atau memberikan manfaat kepada pihak ketiga sesuai asas personalia perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata sehingga pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA yang dilakukan oleh Bank Penerbit Kartu Kredit karena adanya perjanjian kerjasama antara BCA dengan Bank Penerbit Kartu Kredit terkait penggunaan fasilitas bersama Mesin ATM BCA bagi Nasabah (Penyimpan/Kreditur) BCA yang juga menjadi Nasabah Kartu Kredit (Debitur) nyata-nyata melanggar Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata karena perjanjian diantara BCA dan Bank Penerbit KK hanya dapat mengikat mereka berdua dan tidak dapat mengikat nasabah kedua Bank tersebut selaku pihak ketiga meskipun Nasabah BCA (Nasabah Penyimpan) juga menjadi Nasabah Bank Penerbit KK (Nasabah Debitur) dan/atau sebaliknya.
Perjanjian Kerjasama itu juga melanggar UU Rahasia Bank sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 28 jo Pasal 40 UU Perbankan karena BCA wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya tanpa kecuali.
Perjanjian kerjasama itu juga melanggar UU ITE dan PBI jo SEBI tentang Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah karena BCA dan Bank Penerbit KK telah saling menukarkan dan menyebarluaskan Data Pribadi masing-masing Nasabah yang bersifat rahasia secara sepihak dan tanpa melalui persetujuan Nasabah selaku Pemilik Data Pribadi.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan yang terdaftar dalam roll perkara No : 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dan No : 434/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel dan rencananya satu gugatan lagi dengan menarik Citibank, PT BCA Tbk, PT MNC Sky Vision Tbk dan induk usahanya PT Global Mediacom Tbk dalam waktu dekat ini
Pembebanan bunga-berbunga terhadap annual fee dalam Perjanjian Kartu Kredit, apakah melawan hukum ?
Menurut pendapat saya :
Pembebanan bunga berbunga terhadap annual fee dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau di luar pokok perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun PBI dan SEBI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Pendapat ini rencananya akan saya uji kebenarannya di pengadilan dalam waktu dekat ini dengan mengajukan gugatan perdata.
Pendapat saya ini akhirnya saya uji di PN Jakarta Selatan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara saya vs Citibank N.A Indonesia, Citibank N.A Amerika Serikat, PT Visa Worldwide Indonesia (Visacard International), PT Mastercard Indonesia (Mastercard International), Bank Indonesia, OJK dan terdaftar dalam roll perkara No 249/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Bravo. Kebenaran harus menang.Waktulah yang akan membuktikannnya.
Pembebanan bunga berbunga terhadap annual fee dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau di luar pokok perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun PBI dan SEBI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Pendapat ini rencananya akan saya uji kebenarannya di pengadilan dalam waktu dekat ini dengan mengajukan gugatan perdata.
Pendapat saya ini akhirnya saya uji di PN Jakarta Selatan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara saya vs Citibank N.A Indonesia, Citibank N.A Amerika Serikat, PT Visa Worldwide Indonesia (Visacard International), PT Mastercard Indonesia (Mastercard International), Bank Indonesia, OJK dan terdaftar dalam roll perkara No 249/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Bravo. Kebenaran harus menang.Waktulah yang akan membuktikannnya.
Pembebanan bunga-berbunga terhadap PPN BKP dan JKP dalam Perjanjian Kartu Kredit, apakah melawan hukum ?
Menurut pendapat saya :
Pembebabanan bunga berbunga terhadap PPN Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak dan bukan bagian dari pokok perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar tugas pokok Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, melanggar Pasal 10 UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, melanggar Hukum Perikatan (pencampuran perikatan berdasarkan perjanjian dengan perikatan berdasarkan undang-undang), melanggar Hukum Pajak yang bersifat imperatif (UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, Keputusan Menkeu No 133b/2000, Keputusan Dirjen Pajak No 122d/2000, Surat Edaran Dirjen Pajak No 13/2001) dan melanggar sistem hukum civil law/eropa continental (pencampuran hukum privat dengan hukum publik) sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Catatan : Bank Penerbit KK selalu mengenakan bunga terhadap BKP dan JKP padahal dalam BKP dan JKP terkandung PPN 10% sehingga seharusnya Bank hanya mengenakan bunga terhadap BKP dan JKP setelah dikurangi PPN 10% karena yang berhak dan berwenang memungut dan mengenakan pajak adalah negara cq Dirjen Pajak bukan Bank.
Contohnya : jika kita membeli barang atau jasa dg KK sebesar nominal Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) sebenarnya didalamnya terdapat PPN 10% atau kurang lebih Rp 500.000,-, sehingga jika Bank mau mengenakan bunga seharusnya mengenakan bunga terhadap nominal Rp 4.500.000,- (Rp 5.000.000 - Rp 500.000 /PPN) padahal dalam prakteknya Bank mengenakan bunga terhadap Rp 5.000.000,- sehingga nasabah membayar bunga lebih tinggi daripada seharusnya.
Pendapat ini rencananya akan saya uji kebenarannya di pengadilan dalam waktu dekat ini dengan mengajukan gugatan perdata.
Pendapat saya ini akhirnya saya uji di PN Jakarta Selatan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara saya vs Citibank N.A Indonesia, Citibank N.A Amerika Serikat, PT Visa Worldwide Indonesia (Visacard International), PT Mastercard Indonesia (Mastercard International), Bank Indonesia, OJK dan terdaftar dalam roll perkara No 249/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Bravo. Kebenaran harus menang.Waktulah yang akan membuktikannnya.
Pembebabanan bunga berbunga terhadap PPN Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak dan bukan bagian dari pokok perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar tugas pokok Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, melanggar Pasal 10 UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, melanggar Hukum Perikatan (pencampuran perikatan berdasarkan perjanjian dengan perikatan berdasarkan undang-undang), melanggar Hukum Pajak yang bersifat imperatif (UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, Keputusan Menkeu No 133b/2000, Keputusan Dirjen Pajak No 122d/2000, Surat Edaran Dirjen Pajak No 13/2001) dan melanggar sistem hukum civil law/eropa continental (pencampuran hukum privat dengan hukum publik) sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Catatan : Bank Penerbit KK selalu mengenakan bunga terhadap BKP dan JKP padahal dalam BKP dan JKP terkandung PPN 10% sehingga seharusnya Bank hanya mengenakan bunga terhadap BKP dan JKP setelah dikurangi PPN 10% karena yang berhak dan berwenang memungut dan mengenakan pajak adalah negara cq Dirjen Pajak bukan Bank.
Contohnya : jika kita membeli barang atau jasa dg KK sebesar nominal Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) sebenarnya didalamnya terdapat PPN 10% atau kurang lebih Rp 500.000,-, sehingga jika Bank mau mengenakan bunga seharusnya mengenakan bunga terhadap nominal Rp 4.500.000,- (Rp 5.000.000 - Rp 500.000 /PPN) padahal dalam prakteknya Bank mengenakan bunga terhadap Rp 5.000.000,- sehingga nasabah membayar bunga lebih tinggi daripada seharusnya.
Pendapat ini rencananya akan saya uji kebenarannya di pengadilan dalam waktu dekat ini dengan mengajukan gugatan perdata.
Pendapat saya ini akhirnya saya uji di PN Jakarta Selatan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara saya vs Citibank N.A Indonesia, Citibank N.A Amerika Serikat, PT Visa Worldwide Indonesia (Visacard International), PT Mastercard Indonesia (Mastercard International), Bank Indonesia, OJK dan terdaftar dalam roll perkara No 249/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Bravo. Kebenaran harus menang.Waktulah yang akan membuktikannnya.
Pembebanan bunga-berbunga terhadap pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit, apakah melawan hukum ?
Menurut pendapat saya :
Pembebanan bunga berbunga terhadap pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari kesepakatan perjanjian serta melanggar melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar tugas pokok Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, melanggar Pasal 10 UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, melanggar Hukum Perikatan (pencampuran perikatan berdasarkan perjanjian dengan perikatan berdasarkan undang-undang), melanggar Hukum Pajak yang bersifat imperatif (UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, Keputusan Menkeu No 133b/2000, Keputusan Dirjen Pajak No 122d/2000, Surat Edaran Dirjen Pajak No 13/2001) dan melanggar sistem hukum civil law/eropa continental (pencampuran hukum privat dengan hukum publik) sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Pendapat ini rencananya akan saya uji kebenarannya di pengadilan dalam waktu dekat ini dengan mengajukan gugatan perdata.
Pendapat saya ini akhirnya saya uji di PN Jakarta Selatan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara saya vs Citibank N.A Indonesia, Citibank N.A Amerika Serikat, PT Visa Worldwide Indonesia (Visacard International), PT Mastercard Indonesia (Mastercard International), Bank Indonesia, OJK dan terdaftar dalam roll perkara No 249/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Bravo. Kebenaran harus menang.Waktulah yang akan membuktikannnya.
Pembebanan bunga berbunga terhadap pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari kesepakatan perjanjian serta melanggar melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar tugas pokok Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, melanggar Pasal 10 UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, melanggar Hukum Perikatan (pencampuran perikatan berdasarkan perjanjian dengan perikatan berdasarkan undang-undang), melanggar Hukum Pajak yang bersifat imperatif (UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, Keputusan Menkeu No 133b/2000, Keputusan Dirjen Pajak No 122d/2000, Surat Edaran Dirjen Pajak No 13/2001) dan melanggar sistem hukum civil law/eropa continental (pencampuran hukum privat dengan hukum publik) sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Pendapat ini rencananya akan saya uji kebenarannya di pengadilan dalam waktu dekat ini dengan mengajukan gugatan perdata.
Pendapat saya ini akhirnya saya uji di PN Jakarta Selatan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara saya vs Citibank N.A Indonesia, Citibank N.A Amerika Serikat, PT Visa Worldwide Indonesia (Visacard International), PT Mastercard Indonesia (Mastercard International), Bank Indonesia, OJK dan terdaftar dalam roll perkara No 249/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Bravo. Kebenaran harus menang.Waktulah yang akan membuktikannnya.
Pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit apakah melawan hukum ?
Menurut pendapat saya :
Pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai Alat Pembayaran (APMK) nyata-nyata tidak dan bukan bagian dari Perjanjian Kartu Kredit serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar tugas pokok Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, melanggar Pasal 10 UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, melanggar Hukum Perikatan (pencampuran perikatan berdasarkan perjanjian dengan perikatan berdasarkan undang-undang), melanggar Hukum Pajak yang bersifat imperatif (UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, Keputusan Menkeu No 133b/2000, Keputusan Dirjen Pajak No 122d/2000, Surat Edaran Dirjen Pajak No 13/2001) dan melanggar sistem hukum civil law/eropa continental (pencampuran hukum privat dengan hukum publik) sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Pendapat itu selanjutnya saya uji kebenarannya di pengadilan melalui gugatan perdata yang terdaftar dalam perkara roll No : 1379/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel dan No : 1124/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel dan No : 99/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel.
Pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai Alat Pembayaran (APMK) nyata-nyata tidak dan bukan bagian dari Perjanjian Kartu Kredit serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar tugas pokok Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, melanggar Pasal 10 UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, melanggar Hukum Perikatan (pencampuran perikatan berdasarkan perjanjian dengan perikatan berdasarkan undang-undang), melanggar Hukum Pajak yang bersifat imperatif (UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, Keputusan Menkeu No 133b/2000, Keputusan Dirjen Pajak No 122d/2000, Surat Edaran Dirjen Pajak No 13/2001) dan melanggar sistem hukum civil law/eropa continental (pencampuran hukum privat dengan hukum publik) sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.
Pendapat itu selanjutnya saya uji kebenarannya di pengadilan melalui gugatan perdata yang terdaftar dalam perkara roll No : 1379/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel dan No : 1124/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel dan No : 99/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel.
Langganan:
Komentar (Atom)