Rabu, 27 Juni 2012

HUKUM PERJANJIAN VS HUKUM PAJAK

Perikatan Kartu Kredit hanya dapat lahir karena PERJANJIAN, dan TIDAK dapat lahir karena UNDANG-UNDANG, sedangkan Perikatan Pajak hanya dapat lahir karena UNDANG-UNDANG dan TIDAK dapat lahir karena PERJANJIAN, sehingga pencampuradukan antara Perikatan yang bersumber dari Perjanjian dengan Perikatan yang bersumber dari Undang-undang tidak dibenarkan demi hukum, karena Nasabah KK tidak pernah merasa menandatangani perjanjian berdasarkan Undang-undang cq Perikatan Pajak cq membayar pajak, sebab hanya menandatangani perikatan yang bersumber dari Perjanjian cq Perjanjian Pinjam Meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai alat pembayaran (APMK).
Kedudukan para pihak dalam perikatan Perjanjian sama tinggi, bisa disimpangi dan tidak imperatif, akibat hukumnya dikehendaki, sedangkan kedudukan para pihak dalam perikatan Undang-undang tidak sama tinggi, karena salah satu pihaknya adalah Penguasa cq Pemerintah cq Fiskus, bersifat imperatif dan tidak dapat disimpangi serta akibat hukumnya diluar kehendak para pihak.
Seseorang tidak dapat dikatakan berjanji sesuatu hal apabila dikenakan suatu kewajiban oleh Undang-undang, karena hal itu diluar kehendaknya, sehingga perikatan Undang-undang tidak mengandung anasir janji.
Perikatan yang bersumber dari Perjanjian termasuk dalam Hukum Perjanjian dan bagian dari Hukum Privat, sedangkan Perikatan yang bersumnber dari Undang-undang cq Perikatan Pajak termasuk dalam Hukum Pajak cq Hukum Administrasi Negara dan bagian dari Hukum Publik.
Sistem hukum Eropa continental yang dianut Indonesia nyata-nyata telah memisahkan secara tegas antara Hukum Privat dengan Hukum Publik sehingga tidak dibenarkan adanya pencampuradukkan kedua bidang hukum tersebut.
Dengan demikian pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK cq Bea Meterai yang sudah lunas demi hukum dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit yang dilakukan Citibank adalah tidak sah, tidak berdasar, illegal dan melawan hukum, karena pembayaran pajak termasuk dalam Perikatan Pajak cq Hukum Pajak cq HAN cq Hukum Publik, sedangkan pembayaran Kartu Kredit termasuk dalam Perikatan Perjanjian cq Hukum Perjanjian cq Hukum Privat, dimana sistem hukum Eropa Continental nyata-nyata telah menarik garis pemisah secara tegas antara hukum privat dengan hukum publik sehingga pencampuradukan kedua hukum tersebut tidak dibenarkan demi hukum.
Kesimpulannya:
Citibank telah melakukan perbuatan melanggar hukum terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan pajak cq Bea Meterai yang sudah LUNAS demi hukum dalam perikatan perjanjian kartu kredit cq perjanjian pinjam meminjam uang dengan kartu kredit sebagai alat pembayaran (APMK).

HUKUM PAJAK VS HUKUM PERJANJIAN (KARTU KREDIT)


HUKUM PAJAK
Subyek Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.
Dalam perikatan Perjanjian yang menjadi Subyek Hukum adalah para pihak.
Dalam Hukum Pajak cq Perikatan Pajak yang menjadi subyek hukum adalah WAJIB PAJAK, BUKAN Subyek Pajak, karena wajib pajak telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif, sedangkan Subyek Pajak tidak memenuhi syarat tersebut.
Dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit diantara HAGUS (Penggugat) dengan Citibank (Tergugat), yang menjadi Subyek Hukum adalah Penggugat maupun Tergugat.
Dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit tersebut, kedudukan Citibank adalah Bank selaku Wajib Pajak Badan, sedangkan kedudukan Nasabah adalah Subyek Pajak Perorangan, sehingga yang wajib membayar pajak dalam Perjanjian Kartu Kredit tersebut adalah Citibank selaku Wajib Pajak Badan, karena yang menjadi Subyek Hukum dalam Hukum Pajak terkait perikatan Perjanjian Kartu Kredit adalah WAJIB PAJAK cq Citibank cq Tergugat, BUKAN Nasabah cq Hagus cq Penggugat.
Dengan demikian pelunasan pembayaran pajak cq pajak negara cq pajak pusat cq pajak dokumen cq Bea Meterai dalam Perjanjian Kartu Kredit adalah Citibank selaku Wajib Pajak Badan yang dibuktikan dengan adanya fakta hukum tentang pelunasan pembayaran pajak oleh Citibank kepada Negara dengan cara pelunasan menggunakan system komputerisasi sebagaimana dimaksud Surat Keputusan Dirjen Pajak No 122d Tahun 2000.
Dalam Hukum Pajak, membayar pajak adalah suatu KEWAJIBAN HUKUM, sehingga dengan adanya pelunasan pembayaran pajak oleh Citibank sendiri kepada Negara nyata-nyata telah membuktikan demi hukum bahwa pelunasan pembayaran pajak adalah KEWAJIBAN HUKUM Citibank sendiri demi hukum.
Kesimpulannya ;
·         Pelunasan pembayaran pajak cq Bea Meterai dalam Perjanjian Kartu Kredit adalah KEWAJIBAN HUKUM Citibank sendiri demi hukum, sehingga penagihan, pemungutan, pengenaan dan pembebanan biaya pajak cq Bea Meterai yang sudah LUNAS demi hukum kepada Nasabah adalah tidak sah, tidak berdasar dan melawan hukum yang termasuk Perbuatan Melanggar Hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata.
·         Citibank juga DIDUGA melakukan USAHA LAIN diluar kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan yang juga melanggar ketentuan Pasal 10, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 UU Perbankan yang termasuk diduga sebagai KEJAHATAN terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK yang sudah LUNAS demi hukum karena Citibank diduga telah melakukan USAHA LAIN diluar kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan yang juga melanggar ketentuan Pasal 10, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 UU Perbankan yang termasuk diduga sebagai KEJAHATAN, karena Citibank menjadi PENGHIMPUN DAN PEMUNGUT PAJAK MASYARAKAT, padahal tugas dan fungsi bank adalah MENGHIMPUN DANA MASYARAKAT, BUKAN MENGHIMPUN DANA PAJAK MASYARAKAT.
·         Citibank juga diduga melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan tentang Bank sebagaimana dimaksud Pasal 49 UU Perbankan terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK yang sudah LUNAS demi hukum karena biaya pajak tersebut merupakan tambahan biaya yang dikenakan Citibank secara sepihak diluar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari nasabah yang bertentangan dengan PBI 7/52/2005 jo PBI No 11/11/2009 dan SE BI No 7/60/DASP/2005 jo SE BI No 11/10/DASP/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

HUKUM PAJAK VS HUKUM PERJANJIAN


HUKUM PAJAK
Subyek Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.
Dalam perikatan Perjanjian yang menjadi Subyek Hukum adalah para pihak.
Dalam Hukum Pajak cq Perikatan Pajak yang menjadi subyek hukum adalah WAJIB PAJAK, BUKAN Subyek Pajak, karena wajib pajak telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif, sedangkan Subyek Pajak tidak memenuhi syarat tersebut.
Dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit diantara HAGUS (Penggugat) dengan Citibank (Tergugat), yang menjadi Subyek Hukum adalah Penggugat maupun Tergugat.
Dalam perikatan Perjanjian Kartu Kredit tersebut, kedudukan Citibank adalah Bank selaku Wajib Pajak Badan, sedangkan kedudukan Nasabah adalah Subyek Pajak Perorangan, sehingga yang wajib membayar pajak dalam Perjanjian Kartu Kredit tersebut adalah Citibank selaku Wajib Pajak Badan, karena yang menjadi Subyek Hukum dalam Hukum Pajak terkait perikatan Perjanjian Kartu Kredit adalah WAJIB PAJAK cq Citibank cq Tergugat, BUKAN Nasabah cq Hagus cq Penggugat.
Dengan demikian pelunasan pembayaran pajak cq pajak negara cq pajak pusat cq pajak dokumen cq Bea Meterai dalam Perjanjian Kartu Kredit adalah Citibank selaku Wajib Pajak Badan yang dibuktikan dengan adanya fakta hukum tentang pelunasan pembayaran pajak oleh Citibank kepada Negara dengan cara pelunasan menggunakan system komputerisasi sebagaimana dimaksud Surat Keputusan Dirjen Pajak No 122d Tahun 2000.
Dalam Hukum Pajak, membayar pajak adalah suatu KEWAJIBAN HUKUM, sehingga dengan adanya pelunasan pembayaran pajak oleh Citibank sendiri kepada Negara nyata-nyata telah membuktikan demi hukum bahwa pelunasan pembayaran pajak adalah KEWAJIBAN HUKUM Citibank sendiri demi hukum.
Kesimpulannya ;
·         Pelunasan pembayaran pajak cq Bea Meterai dalam Perjanjian Kartu Kredit adalah KEWAJIBAN HUKUM Citibank sendiri demi hukum, sehingga penagihan, pemungutan, pengenaan dan pembebanan biaya pajak cq Bea Meterai yang sudah LUNAS demi hukum kepada Nasabah adalah tidak sah, tidak berdasar dan melawan hukum yang termasuk Perbuatan Melanggar Hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata.
·         Citibank juga DIDUGA melakukan USAHA LAIN diluar kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan yang juga melanggar ketentuan Pasal 10, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 UU Perbankan yang termasuk diduga sebagai KEJAHATAN terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK yang sudah LUNAS demi hukum karena Citibank diduga telah melakukan USAHA LAIN diluar kegiatan usaha bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan yang juga melanggar ketentuan Pasal 10, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 UU Perbankan yang termasuk diduga sebagai KEJAHATAN, karena Citibank menjadi PENGHIMPUN DAN PEMUNGUT PAJAK MASYARAKAT, padahal tugas dan fungsi bank adalah MENGHIMPUN DANA MASYARAKAT, BUKAN MENGHIMPUN DANA PAJAK MASYARAKAT.
·         Citibank juga diduga melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan tentang Bank sebagaimana dimaksud Pasal 49 UU Perbankan terkait pungutan, penagihan, pengenaan dan pembebanan biaya PAJAK yang sudah LUNAS demi hukum karena biaya pajak tersebut merupakan tambahan biaya yang dikenakan Citibank secara sepihak diluar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari nasabah yang bertentangan dengan PBI 7/52/2005 jo PBI No 11/11/2009 dan SE BI No 7/60/DASP/2005 jo SE BI No 11/10/DASP/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.