Sabtu, 10 Mei 2014

Pengumuman atau fasilitas gratis pemasangan antena UHF oleh Indovision, apakah dapat menganulir perjanjian sewa-menyewa televisi berlangganan untuk menyaksikan siaran piala dunia ?

Menurut pendapat saya :
Pengumuman atau pemberitahuan yang dilakukan Televisi Berlangganan Indovision yang tidak dapat menyiarkan siaran langsung pertandingan sepak bola dunia pada channel 80 Indovision cq RCTI dan channel 81 Indovision cq Global TV secara yuridis tidak dapat menganulir perjanjian sewa-menyewa televisi berlangganan Indovision termasuk tetapi tidak terbatas pada menyaksikan siaran langsung pertandingan sepak bola dunia Fifa World Cup 2010 melalui channel 80 dan channel 81 Indovision sehingga pihak Indovision yang telah terikat janji wajib hukumnya untuk tetap menyiarkan pertandingan sepak bola dunia tersebut melalui channel 80 dan channel 81 Indovision.
Demikain juga adanya pengumuman terkait fasilitas gratis pemasangan antena UHF bagi pelanggan Indovision yang ingin menyaksikan siaran langsung pertandingan sepak bola dunia melalui TV One (kalau tidak salah) dan AN TV (kalau tidak salah) dengan antena UHF secara yuridis tidak dapat menganulir dan menjadi alasan bagi Indovision untuk tidak menyiarkan siaran langsung piala dunia tersebut melalui channel2 Indovision sehingga Indovision tetap wajib hukumnya untuk melaksanakan perjanjian yang mengikat sebagai undang-undang untuk menyiarkan pertandingan piala dunia 2014 tersebut melalui channel2 di Indovision.
Apapun alasannya, tidak ada alasan lain bagi Indovision selain wajib hukumnya untuk menyiarkannya pertandingan sepak bola dunia Fifa World Cup 2014 melalui channel2 Indovision dengan konsekuensi hukum dituntut jika tidak menjalankan kewajiban hukumnya kepada nasabah penyewa atau pelanggannya.
Hal itu dilandasi alasan hukum bahwa Indovision telah memperjanjikan kepada nasabah penyewanya untuk menyaksikan siaran-siaran televisi lokal melalui Indovision sehingga janji tersebut wajib hukumnya dilaksanakan sesuai asas pacta sunt servanda.
Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan dan terdaftar dalam rol perkara No : 388/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel  dan No : 434/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel dan gugatan baru yang rencananya akan diajukan dalam waktu dekat ini atau tahun 2014 ini juga atau setidak2nya setelah Presiden terpilih Bpk Jokowi dilantik pada Oktober 2014 ini dengan menarik PT MNC Skyvision Tbk, Global Mediacom Tbk, TV One, ANTV, dan PT Visi Media Asia Tbk sebagai pihak2.
Bahwa terkait permasalahan Viva World Cup 2014 yang tidak disiarkan oleh Indovision, TV One dan ANTV sebagaimana tersebut diatas yang menurut saya termasuk perbuatan melawan hukum tentunya harus diuji kebenarannya di pengadilan sehingga saya terpaksa menguji di PN Jakarta Selatan dan terdaftar dalam roll perkara No 727/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel antara saya vs PT MNC Sky Vision Tbk, PT Global Mediacom Tbk, PT MNC Investama Tbk, PT Lativi Mediakarya (TV One), PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) dan PT Visi Media Asia Tbk (Viva).
Waktulah yang membuktikan apakah pendapat saya tersebut dapat diterima dan diakomodir oleh majelis hakim marilah kita tunggu hasilnya, mudah2an para hakim yang terhormat benar-benar memutus perkara ini berdasarkan hukum sesuai tujuan hukum sebenarnya cq asas keadilan, kepastian hukum dan manfaat. Semoga. Bravo.

Perbedaan material dan ukuran pelek ban serep dengan pelek terpasang pada mobil dalam perjanjian jual-beli mobil, apakah melawan hukum ?

Menurut pendapat saya :
Pelek ban serep (pelek besi/steel wheel 13" atau 14") yang menggunakan bahan atau material dan ukuran berbeda dengan pelek terpasang (pelek aluminium/alloy wheel 14" atau 15") dst, nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau di luar perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata dan melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.

Catatan :
Biasanya dalam keterangan produknya yang disebarluaskan oleh produsen melalui media televisi,elektronik,cetak dan brosur2 secara tegas menyebutkan penggunaan bahan pelek dan ukuran peleknya misalnya seperti keterangan produk pelek Toyota New Avanza 1.3G M/T menggunakan pelek alloy wheel R 14", sedangkan pelek Toyota New Avanza type 1.3E M/T menggunakan pelek steel wheel R 14", namun sayangnya sejak adanya gugatan yang terdaftar dalam perkara perdata No 93/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst, produsen Toyota tidak memuat informasi tentang penggunaan material pelek maupun ukuran pelek apakah menggunakan pelek alloy wheel atau steel wheel dan apakah R 14" ataukah R 15".
Gugatan No 93/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst tersebut dilanjutkan dengan Gugatan No 183/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst terkait penggunaan pelek berbahan besi atau steel wheel R 14" pada ban serep mobil Toyota New Avanza 1.3G M/T padahal dalam perjanjian dan katalog nyata-nyata secara tegas dinyatakan bahwa Toyota New Avanza 1.3G M/T menggunakan pelek alloy wheel R 14" sehingga seharusnya seluruhnya atau kelima-lima peleknya termasuk tetapi tidak terbatas pada pelek ban serep menggunakan pelek alloy wheel R 14", namun karena pelek ban serepnya menggunakan pelek besi/steel wheel R 14" maka gugatan tersebut diajukan meskipun dalam pertemuan di luar pengadilan atau mediasi di pengadilan pihak Toyota cs bersedia mengembalikan atau mengganti pelek ban serep yang terbuat dari pelek besi/steel wheel R 14" dengan pelek aluminium/alloy wheel R 14" yang secara hukum merupakan bukti pengakuan kesalahan pihak produsen dan/atau penjual/dealer tetapi saya menolak dengan tegas karena penggunaan pelek besi/steel wheel R 14" untuk ban serep ternyata dilakukan bukan hanya kepada saya seorang tetapi kepada seluruh pemilik Toyota New Avanza 1.3G M/T sehingga patut diduga adanya unsur kesengajaan dan kesalahan.

Pembebanan biaya pembayaran via ATM BCA dalam Perjanjian Kartu Kredit, apakah melawan hukum ?

Menurut pendapat saya :
Pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau diluar perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar asas kepribadian/personalia perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata,melanggar UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun PBI dan SEBI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.

Catatan :
Nasabah menggunakan properti Kartu ATM BCA dan Mesin ATM BCA milik BCA bukan milik Bank Penerbit Kartu Kredit sehingga pembebanan biaya yang dilakukan oleh Bank Penerbit KK kepada nasabah KK saat menjalankan kewajiban hukumnya melaksanakan perjanjian melunasi pembayaran tagihan KK melalui Sistem Elektronik cq Mesin ATM BCA adalah melanggar kepatutan dan melanggar hak Nasabah Penyimpan BCA yang dijamin dan dilindungi hukum cq Perjanjian Simpan-menyimpan Uang dengan Kartu ATM BCA sebagai Alat Pembayaran (APMK).
Pada dasarnya setiap perjanjian hanya mengikat para pihak dalam perjanjian dan tidak dapat mengikat pihak ketiga serta tidak dapat merugikan pihak ketiga atau memberikan manfaat kepada pihak ketiga sesuai asas personalia perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata sehingga pembebanan tambahan biaya pembayaran via ATM BCA yang dilakukan oleh Bank Penerbit Kartu Kredit karena adanya perjanjian kerjasama antara BCA dengan Bank Penerbit Kartu Kredit terkait penggunaan fasilitas bersama Mesin ATM BCA bagi Nasabah (Penyimpan/Kreditur) BCA yang juga menjadi Nasabah Kartu Kredit (Debitur) nyata-nyata melanggar Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata karena perjanjian diantara BCA dan Bank Penerbit KK hanya dapat mengikat mereka berdua dan tidak dapat mengikat nasabah kedua Bank tersebut selaku pihak ketiga meskipun Nasabah BCA (Nasabah Penyimpan) juga menjadi Nasabah Bank Penerbit KK (Nasabah Debitur) dan/atau sebaliknya.
Perjanjian Kerjasama itu juga melanggar UU Rahasia Bank sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 28 jo Pasal 40 UU Perbankan karena BCA wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya tanpa kecuali.
Perjanjian kerjasama itu juga melanggar UU ITE dan PBI jo SEBI tentang Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah karena BCA dan Bank Penerbit KK telah saling menukarkan dan menyebarluaskan Data Pribadi masing-masing Nasabah yang bersifat rahasia secara sepihak dan tanpa melalui persetujuan Nasabah selaku Pemilik Data Pribadi.

Pendapat itu kemudian saya uji kebenarannya di pengadilan yang terdaftar dalam roll perkara No : 503/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel dan No : 434/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel dan rencananya satu gugatan lagi dengan menarik Citibank, PT BCA Tbk, PT MNC Sky Vision Tbk dan induk usahanya PT Global Mediacom Tbk dalam waktu dekat ini

Pembebanan bunga-berbunga terhadap annual fee dalam Perjanjian Kartu Kredit, apakah melawan hukum ?

Menurut pendapat saya :
Pembebanan bunga berbunga terhadap annual fee dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari pokok perjanjian atau di luar pokok perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun PBI dan SEBI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.

Pendapat ini rencananya akan saya uji kebenarannya di pengadilan dalam waktu dekat ini dengan mengajukan gugatan perdata.
Pendapat saya ini akhirnya saya uji di PN Jakarta Selatan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara saya vs Citibank N.A Indonesia, Citibank N.A Amerika Serikat, PT Visa Worldwide Indonesia (Visacard International), PT Mastercard Indonesia (Mastercard International), Bank Indonesia, OJK dan terdaftar dalam roll perkara No 249/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Bravo. Kebenaran harus menang.Waktulah yang akan membuktikannnya.  

Pembebanan bunga-berbunga terhadap PPN BKP dan JKP dalam Perjanjian Kartu Kredit, apakah melawan hukum ?

Menurut pendapat saya :
Pembebabanan bunga berbunga terhadap PPN Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak dan bukan bagian dari pokok perjanjian serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar tugas pokok Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, melanggar Pasal 10 UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, melanggar Hukum Perikatan (pencampuran perikatan berdasarkan perjanjian dengan perikatan berdasarkan undang-undang), melanggar Hukum Pajak yang bersifat imperatif (UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, Keputusan Menkeu No 133b/2000, Keputusan Dirjen Pajak No 122d/2000, Surat Edaran Dirjen Pajak No 13/2001) dan melanggar sistem hukum civil law/eropa continental (pencampuran hukum privat dengan hukum publik) sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.

Catatan : Bank Penerbit KK selalu mengenakan bunga terhadap BKP dan JKP padahal dalam BKP dan JKP terkandung PPN 10% sehingga seharusnya Bank hanya mengenakan bunga terhadap BKP dan JKP setelah dikurangi PPN 10% karena yang berhak dan berwenang memungut dan mengenakan pajak adalah negara cq Dirjen Pajak bukan Bank.
Contohnya : jika kita membeli barang atau jasa dg KK sebesar nominal Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) sebenarnya didalamnya terdapat PPN 10% atau kurang lebih Rp 500.000,-, sehingga jika Bank mau mengenakan bunga seharusnya mengenakan bunga terhadap nominal Rp 4.500.000,- (Rp 5.000.000 - Rp 500.000 /PPN) padahal dalam prakteknya Bank mengenakan bunga terhadap Rp 5.000.000,- sehingga nasabah membayar bunga lebih tinggi daripada seharusnya.

Pendapat ini rencananya akan saya uji kebenarannya di pengadilan dalam waktu dekat ini dengan mengajukan gugatan perdata. 
Pendapat saya ini akhirnya saya uji di PN Jakarta Selatan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara saya vs Citibank N.A Indonesia, Citibank N.A Amerika Serikat, PT Visa Worldwide Indonesia (Visacard International), PT Mastercard Indonesia (Mastercard International), Bank Indonesia, OJK dan terdaftar dalam roll perkara No 249/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Bravo. Kebenaran harus menang.Waktulah yang akan membuktikannnya.   

Pembebanan bunga-berbunga terhadap pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit, apakah melawan hukum ?

Menurut pendapat saya :
Pembebanan bunga berbunga terhadap pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit nyata-nyata tidak atau bukan bagian dari kesepakatan perjanjian serta melanggar melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar tugas pokok Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, melanggar Pasal 10 UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, melanggar Hukum Perikatan (pencampuran perikatan berdasarkan perjanjian dengan perikatan berdasarkan undang-undang), melanggar Hukum Pajak yang bersifat imperatif (UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, Keputusan Menkeu No 133b/2000, Keputusan Dirjen Pajak No 122d/2000, Surat Edaran Dirjen Pajak No 13/2001) dan melanggar sistem hukum civil law/eropa continental (pencampuran hukum privat dengan hukum publik) sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.

Pendapat ini rencananya akan saya uji kebenarannya di pengadilan dalam waktu dekat ini dengan mengajukan gugatan perdata. 
Pendapat saya ini akhirnya saya uji di PN Jakarta Selatan dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum antara saya vs Citibank N.A Indonesia, Citibank N.A Amerika Serikat, PT Visa Worldwide Indonesia (Visacard International), PT Mastercard Indonesia (Mastercard International), Bank Indonesia, OJK dan terdaftar dalam roll perkara No 249/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel. Bravo. Kebenaran harus menang.Waktulah yang akan membuktikannnya.   

Pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit apakah melawan hukum ?

Menurut pendapat saya :
Pembebanan Bea Meterai Lunas dalam Perjanjian Kartu Kredit cq Perjanjian Pinjam-meminjam Uang dengan Kartu Kredit sebagai Alat Pembayaran (APMK) nyata-nyata tidak dan bukan bagian dari Perjanjian Kartu Kredit serta melanggar kesepakatan perjanjian cq syarat subyektif sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata,melanggar asas itikad baik perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 KUHPerdata, melanggar tugas pokok Bank sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan, melanggar Pasal 10 UU Perbankan, melanggar PBI dan SEBI tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah maupun tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, melanggar Hukum Perikatan (pencampuran perikatan berdasarkan perjanjian dengan perikatan berdasarkan undang-undang), melanggar Hukum Pajak yang bersifat imperatif (UU Bea Meterai, UU Ketentuan Umum Perpajakan, Keputusan Menkeu No 133b/2000, Keputusan Dirjen Pajak No 122d/2000, Surat Edaran Dirjen Pajak No 13/2001) dan melanggar sistem hukum civil law/eropa continental (pencampuran hukum privat dengan hukum publik) sehingga termasuk perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Putusan Hoge Raad Arrest 1919 jo Pasal 1365 KUHPerdata karena selain melanggar undang-undang juga melanggar asas kepatutan, asas kewajiban hukumnya, asas itikad baik, asas kehati-hatian untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan terhadap harta benda orang lain serta melanggar hak-hak subyektif orang lain yang dijamin dan dilindungi hukum.

Pendapat itu selanjutnya saya uji kebenarannya di pengadilan melalui gugatan perdata yang terdaftar dalam perkara roll No : 1379/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Sel dan No : 1124/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel dan No : 99/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel.